Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
illustrasi pria retro hip-hop (unsplash.com/Dom Hill)
illustrasi pria retro hip-hop (unsplash.com/Dom Hill)

Intinya sih...

  • Jaket denim oversized, simbol maskulinitas dan kebebasan. Dipadukan dengan celana chino atau bahkan celana pendek, gaya ini tetap terlihat kekinian tanpa menghilangkan sentuhan retronya.

  • Celana baggy, dari simbol rebellious ke statement gaya. Kini celana baggy kembali terlihat di runway hingga street style, mencuri perhatian berkat potongannya yang unik dan fleksibel.

  • Kaus grafis, media ekspresi yang tak pernah mati. Dipadukan dengan jaket bomber atau celana kargo, kaus ini membuat tampilan jadi lebih ekspresif tanpa terlihat berlebihan.

Tren fashion selalu bergerak seperti roda yang terus berputar, dan gaya retro pria tahun 90-an kini kembali jadi primadona. Dari celana baggy, jaket denim, sampai sneakers tebal, semua tampak menginvasi kembali jalanan kota dengan sentuhan yang lebih modern. Bukan cuma nostalgia, gaya retro membawa kesan unik yang sulit ditemukan di gaya-gaya kekinian yang serba minimalis. Ada aura percaya diri dan kebebasan dalam memadupadankan fashion 90-an yang berhasil mencuri perhatian generasi sekarang.

Di era serba digital seperti sekarang, banyak pria mulai melirik kembali potongan-potongan lawas yang dulu sempat dianggap kuno. Mereka sadar kalau gaya bukan soal baru atau lama, tapi soal bagaimana cara memakainya dengan percaya diri. Inspirasi dari boyband lawas, film-film VHS, sampai video klip MTV era 90-an menjadi referensi yang tak ada habisnya. Berikut ini adalah beberapa elemen kunci gaya retro pria 90-an yang kembali jadi inspirasi dalam dunia fashion pria modern.

1. Jaket denim oversized, simbol maskulinitas dan kebebasan

illustrasi jaket denim (freepik.com/freepik)

Jaket denim berpotongan longgar jadi simbol kebebasan pria 90-an. Di masa itu, jaket ini gak hanya sekadar pelindung tubuh dari udara dingin, tapi juga pernyataan gaya yang kuat. Biasanya dipadukan dengan kaus putih polos atau turtleneck hitam, jaket denim oversized memberi kesan santai namun tetap maskulin. Warna-warna klasik seperti biru pudar atau abu-abu gelap pun semakin memperkuat kesan old school.

Kini, jaket denim oversized kembali merebut hati para pencinta fashion. Dipadukan dengan celana chino atau bahkan celana pendek, gaya ini tetap terlihat kekinian tanpa menghilangkan sentuhan retronya. Banyak merek lokal dan internasional merilis ulang model jaket denim 90-an dengan sedikit penyesuaian agar lebih relevan dengan selera modern. Namun, nilai estetika dan karakter dari jaket lawas tetap jadi daya tarik utamanya.

2. Celana baggy, dari simbol rebellious ke statement gaya

illustrasi pria (pexels.com/Wolrider YURTSEVEN)

Celana baggy dulunya lekat dengan gaya hip-hop dan skater boy, menolak aturan berpakaian ketat yang kaku. Potongan longgar dari pinggang hingga ujung kaki memberi kebebasan gerak sekaligus tampilan yang berani dan anti-mainstream. Para pria 90-an memakainya sebagai bentuk ekspresi diri, jauh dari norma formal yang mendominasi. Mereka percaya bahwa kenyamanan juga punya tempat dalam dunia fashion.

Kini celana baggy kembali terlihat di runway hingga street style, mencuri perhatian berkat potongannya yang unik dan fleksibel. Dipadukan dengan kemeja lengan pendek atau hoodie grafis, celana ini memberikan kesan effortless yang tetap keren. Bahkan, beberapa fashion influencer memadukannya dengan blazer untuk sentuhan eklektik antara formal dan santai. Keberanian eksplorasi gaya menjadi alasan mengapa celana baggy tetap relevan sampai sekarang.

3. Kaus grafis, media ekspresi yang tak pernah mati

illustrasi pria (pexels.com/PNW Production)

Di era 90-an, kaus grafis bukan sekadar pakaian, tapi juga media menyampaikan opini dan identitas. Mulai dari logo band rock, ikon budaya pop, hingga kata-kata provokatif, semua dicetak dengan gaya mencolok dan penuh karakter. Pria 90-an memakai kaus grafis untuk menunjukkan siapa diri mereka, dari selera musik sampai sikap terhadap dunia. Baju ini seakan menjembatani antara fashion dan aktivisme.

Saat ini, kaus grafis kembali merajai pasar dengan desain yang lebih beragam. Merek-merek lokal menghadirkan ilustrasi artistik, satire sosial, atau nostalgia visual dari masa lalu. Dipadukan dengan jaket bomber atau celana kargo, kaus ini membuat tampilan jadi lebih ekspresif tanpa terlihat berlebihan. Estetikanya yang kuat membuat kaus grafis terus jadi bagian penting dari gaya retro modern.

4. Sneakers chunky, perpaduan fungsional dan statement gaya

illustrasi sneakers chunky (unsplash.com/Gong TY)

Sneakers dengan sol tebal dan bentuk besar mendominasi era 90-an, dikenal juga sebagai “dad shoes”. Awalnya digunakan karena kenyamanannya, namun seiring waktu berubah menjadi elemen fashion yang punya nilai estetika tinggi. Model sepatu ini identik dengan gaya kasual namun tetap punya daya tarik mencolok yang membuatnya sulit diabaikan. Terlebih, warnanya yang berani dan desainnya yang berani membuat banyak orang jatuh hati.

Kini, sneakers chunky kembali mewarnai gaya jalanan dan menjadi favorit lintas generasi. Para pria modern menggunakannya bukan cuma karena tren, tapi karena siluet sepatu ini memberi kesan kuat dan percaya diri. Merek-merek ternama berlomba menghidupkan kembali model-model lawas dengan teknologi baru, tanpa kehilangan ciri khas retronya. Sneakers ini menjadi pernyataan bahwa kenyamanan dan gaya bisa berjalan beriringan.

Gaya retro pria 90-an memang gak hanya sekadar tren sesaat, tapi warisan visual yang terus menginspirasi hingga kini. Potongan longgar, warna-warna bold, dan detail klasik menjadi pengingat bahwa mode selalu punya cara untuk kembali bersinar. Melalui kombinasi cerdas antara elemen lama dan pendekatan modern, gaya 90-an tetap terasa segar dan penuh karakter. Ini bukti bahwa fashion sejati gak pernah lekang oleh waktu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team