Aceh, IDN Times - Usia perdamaian Aceh memasuki angka 14 tahun, tepatnya pada 15 Agustus 2019. Pascakonflik, sudah banyak perubahan terjadi di Aceh. Situasi kelam di masa lampau, kini kembali pulih dan kondusif. Salah satunya masyarakat dapat beraktivitas tanpa rasa takut dan pembangunan juga terus ditingkatkan.
Salah satu amanat dari MoU (Nota Kesepahaman/Perjanjian Damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka) di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005, ialah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Saat ini KKR Aceh telah terbentuk melalui Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 yang didirikan dengan tujuan mengungkap kebenaran untuk memperkuat perdamaian, memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi berbasis kearifan lokal Aceh, serta merekomendasikan pemenuhan hak atas reparasi (pemulihan) hak korban kepada pemerintah dan pemerintah Aceh.
Komisioner KKR Aceh dilantik pada Oktober 2016, efektif bekerja sejak Juli 2017 dan saat ini KKR Aceh melakukan kegiatan pengambilan pernyataan dari para saksi dan korban pelanggaran HAM di 12 wilayah kabupaten/kota di Provinsi Aceh sebanyak 3.040 pernyataan dari 2017-Juli 2019 sebagai upaya awal dalam mengungkap kebenaran.
Selain pengambilan pernyataan, KKR Aceh telah melakukan rapat dengar kesaksian (RDK) dengan menghadirkan para penyintas dari berbagai wilayah untuk didengar kesaksiannya seputar peristiwa yang telah dialami, dampak bagi korban dan keluarganya, serta harapan. RDK dilakukan dua kali pada November 2018 di Pendopo Gubernur Aceh, Kota Banda Aceh, dan Juli 2019 di Gedung DPRK Aceh Utara-Lhokseumawe.
KKR Aceh juga telah memberikan rekomendasi atas pemenuhan reparasi (pemulihan) korban yang mendesak kepada pemerintah Aceh dan Badan Reintegrasi Aceh sebanyak 77 korban yang prosesnya saat ini masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah Aceh. Prinsip kerja KKR Aceh dalam melakukan pengungkapan kebenaran ialah berdasar pada sifat kesukarelaan semua pihak untuk memberikan pernyataannya melalui KKR Aceh.