Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times/Sukma Shakti

Jakarta, IDN Times – Sejak 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa berduyun-duyun menduduki
Gedung MPR/DPR. Dua puluh satu tahun kemudian, hari ini, memori “people power” itu masih melekat di benak rakyat. Mahasiswa, didukung rakyat, menggelorakan semangat Reformasi, untuk mendesak agar Presiden Soeharto yang berkuasa lebih dari tiga dekade, mundur.

Apa yang dilakukan Presiden Soeharto menyikapi desakan mahasiswa yang meluas tersebut? Ini catatan peristiwa 19 Mei 1998

1. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan cendekiawan Islam dan ulama

ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Presiden Soeharto berupaya mengulur waktu, membujuk para ulama dan tokoh. Dia
mengundang sejumlah orang ke Istana Negara.

Di antara yang hadir adalah Prof. Nurcholish Madjid, Abdurahman “Gus Dur” Wahid, KH Cholil Baidawi, KH Ali Yafie, Ma’ruf Amin, Emha Ainun Nadjib, Yusril Ihza Mahendra, dan Malik Fadjar. Pertemuan dilangsungkan di Istana Negara, di ruang Jepara. Hadir juga sejumlah petinggi ABRI.

Di Gedung DPR/MPR RI, ribuan mahasiswa menduduki seluruh sudut gedung. Puluhan naik ke kubah gedung. Mereka menyerukan tuntutan, menyerukan Soeharto segera turun dari kekuasaan.

Menurut catatan dalam buku Kronologi Penggulingan Soeharto, nilai rupiah melemah sampai ke angka Rp16.000 per dolar AS.

Sejumlah ambulans dan tim medis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia siaga untuk mengantisipasi situasi. Di sejumlah lokasi di Jakarta, ibu-ibu menyiapkan makanan nasi bungkus dan minuman untuk disalurkan ke mahasiswa.

Perjuangan menuntut pergantian kepemimpinan nasional dan reformasi sudah menyatukan anak-anak muda dan orangtua mereka. Ibu-ibu bergabung dalam gerakan Suara Ibu Peduli, sebuah gerakan sosial yang diinisiasi oleh Melani Budianta, menyokong gerakan mahasiswa dengan menyalurkan makanan, minuman, uang, dan bantuan tenaga.

Melani Budianta dan kelompok perempuan berperan dalam Reformasi 1998 lewat “Politik Susu” yang menggugat dampak kebijakan ekonomi pemerintah terhadap anak-anak dan perempuan.

Menggunakan istilah 'Ibu', Suara Ibu Peduli melakukan redefinisi atas konstruksi “Ibu” Orde
Baru yang apolitis dan terbatas di wilayah domestik.

2. Presiden Soeharto gelar jumpa pers dan berpidato pada 19 Mei 1998

Editorial Team

Tonton lebih seru di