21 Mei Hari Peringatan Reformasi: Begini Sejarahnya

Jakarta, IDN Times - Hari Peringatan Reformasi jatuh pada 21 Mei. Pada hari tersebut juga Soeharto, Presiden Indonesia kedua setelah menjabat selama 32 tahun, mengundurkan diri.
Di mana sebelumnya Soeharto menduduki jabatan negara terhitung semenjak keluarnya mandat melalui Surat Perintah 11 Maret 1966. Sekaligus menjadi tanda runtuhnya masa Orde Baru Soeharto.
Masa ini termasuk ke dalam sejarah besar Indonesia karena melibatkan banyak orang seperti mahasiswa, pemuda, serta masyarakat Tionghoa di Indonesia. Berikut sejarahnya.
1. Berawal dari tuntutan para mahasiswa
Sebelum Soeharto lengser, banyak kejadian kelam yang mendahuluinya. Di mulai dari 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan reformasi akan dilakukan setelah 2003 karena menurutnya hal-hal yang menyangkut reformasi sudah tertuang dalam GBHN 1998.
Soeharto diberi mandat MPR untuk menyelesaikan krisis moneter namun berujung pada krisis kepercayaan. Ia menuding adanya anasir PKI di balik kekacauan Indonesia seperti demo besar-besaran, termasuk dari partai-partai.
2 Mei 1998, adanya tuntutan reformasi yang bermula dari 100 mahasiswa di Bali yang bergabung dalam HMI cabang Bali. Dilanjutkan pada 5 Mei, kerusuhan massal bermunculan di Medan, para mahasiswa berunjuk rasa di kampus, ribuan warga turun ke jalan dengan merusak, membakar, menjarah toko-toko, dan gudang penyimpanan barang. Saat itu setidaknya 10 mobil turut dibakar. Sedangkan sehari sebelumnya massa telah merusak dan merampok mal Aksara Plaza.
Akibat kerusuhan yang bermula dari Medan, sentimen rasial meluas hingga ke daerah-daerah lain. Aksi lanjutan semakin parah hingga mendorong pengungsian besar-besaran para warga keturunan Tionghoa.
Lalu, pada 7 Mei 1998, Menhankan Jenderal Wiranto memastikan seluruh komponen bangsa akan mendengar dan memahami keinginan mahasiswa tentang reformasi. Juga berharap perjuangan fisik atau demo digantikan dengan gerakan intelektual.
Dilanjutkan pada 9 Mei 1998, Presiden Soeharto mengajak smeua pihak untuk memberikan kesempatan pada DPR untuk memulai langkah reformasi. Sebab Ia beranggapan UU sekarang kurang baik dan hal itu dikemukakan di Bandara Halim Perdanakusuma sebelum pergi ke Kairo, Mesir.