Mahasiswa meluber hingga ke kubah Grahasabha Paripurna ketika menggelar unjuk rasa yang menuntut reformasi menyeluruh, Selasa (19/5/1998). Unjuk rasa mahasiswa yang datang dari Jakarta dan sejumlah kota di Jawa dan Sumatera tersebut berlangsung dengan aman. (ANTARA FOTO/SAPTONO)
Sebelum Soeharto lengser, banyak kejadian kelam yang mendahuluinya. Di mulai dari 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan reformasi akan dilakukan setelah 2003 karena menurutnya hal-hal yang menyangkut reformasi sudah tertuang dalam GBHN 1998.
Soeharto diberi mandat MPR untuk menyelesaikan krisis moneter namun berujung pada krisis kepercayaan. Ia menuding adanya anasir PKI di balik kekacauan Indonesia seperti demo besar-besaran, termasuk dari partai-partai.
2 Mei 1998, adanya tuntutan reformasi yang bermula dari 100 mahasiswa di Bali yang bergabung dalam HMI cabang Bali. Dilanjutkan pada 5 Mei, kerusuhan massal bermunculan di Medan, para mahasiswa berunjuk rasa di kampus, ribuan warga turun ke jalan dengan merusak, membakar, menjarah toko-toko, dan gudang penyimpanan barang. Saat itu setidaknya 10 mobil turut dibakar. Sedangkan sehari sebelumnya massa telah merusak dan merampok mal Aksara Plaza.
Akibat kerusuhan yang bermula dari Medan, sentimen rasial meluas hingga ke daerah-daerah lain. Aksi lanjutan semakin parah hingga mendorong pengungsian besar-besaran para warga keturunan Tionghoa.
Lalu, pada 7 Mei 1998, Menhankan Jenderal Wiranto memastikan seluruh komponen bangsa akan mendengar dan memahami keinginan mahasiswa tentang reformasi. Juga berharap perjuangan fisik atau demo digantikan dengan gerakan intelektual.
Dilanjutkan pada 9 Mei 1998, Presiden Soeharto mengajak smeua pihak untuk memberikan kesempatan pada DPR untuk memulai langkah reformasi. Sebab Ia beranggapan UU sekarang kurang baik dan hal itu dikemukakan di Bandara Halim Perdanakusuma sebelum pergi ke Kairo, Mesir.