Kementerian Kesehatan melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi, perihal perdebatan kehalalan vaksin, khususnya Difteri.
"Kami membuat surat ke Presiden terkait penilaian halal. Tidak gampang membuat vaksin baru karena harus melakukan observasi lagi. Sementara kalau kita tidak memiliki obat bisa berbahaya. Kami sudah membicarakan ini ke Kemenag, BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), dan MUI," kata Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam diskusi Forum Medan Merdeka Barat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jakarta, Jumat 12 Januari.
Menurut Nila, riset vaksin membutuhkan waktu lama. Jika kehalalan menjadi tolok ukur, harus dilakukan riset yang memakan waktu, sementara stok obat terbatas dan Difteri semakin mengancam.
"Kalau semua dianggap gak halal, kalau kita sakit kita mau apa? Soal pemberian vaksin ini kami sudah melakukan pengkajian, ayolah orangtua bersikap bijak," ujar Nila.
Sementara, Ketua Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso mengatakan, produsen yang belum melakukan proses sertifikasi halal suatu produk memang diragukan kehalalannya. Sesuai aturan, sebuah produk baru dapat digunakan jika ada label sertifikasi halal. Namun, lain halnya jika berada dalam kondisi darurat.
"Misal dalam produknya ada bahan gak halal, itu bisa memberikan pemahaman ke masyarakat bahwa dalam kondisi darurat produk itu bisa menjadi bagian untuk menyelesaikan (masalah) jika sampai menyebabkan kematian. Jadi, bisa dipakai," ujar Sukoso pada kesempatan sama.