ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN
Perihal penegakan hukum dan HAM, KontraS menilai Pidato Kenegaraan Jokowi gagal menyentuh persoalan-persoalan substansial yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Mulai dari persoalan menyempitnya ruang-ruang sipil, perlindungan hak–hak fundamental, juga ketidakjelasan negara menjawab persoalan kebebasan berpendapat, berekspresi, berkumpul dan tuntutan kemerdekaan di Papua, termasuk dukungan negara untuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh.
Sepanjang 2014-2018, KontraS mencatat 152 kasus pidana dengan vonis hukuman mati. 870 orang tercatat menjadi korban penyiksaan. KontraS menyebutkan kasus-kasus pembungkaman kebebasan berekspresi juga masih kerap terjadi.
"Selama tahun 2014-2018, kami mencatat setidaknya ada 926 peristiwa pembatasan kebebasan berekspresi; 71 kasus kriminalisasi. Dalam hak Kebebasan Beragama, Beribadah, dan Berkeyakinan, KontraS mencatat bahwa terjadi sebanyak 488 peristiwa," kata Yati.
"Kami menyayangkan persoalan-persoalan di atas adalah persoalan negara yang dan ada di depan mata, namun luput atau mungkin dihindari untuk disampaikan oleh Presiden dalam pidatonya. Dalam pemerintahannya di periode kedua, Presiden Joko Widodo seharusnya mendepankan persoalan–persoalan di atas sebagai prioritas yang juga harus diperhatikan," tutup dia.