Pada September 2018, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan kepada DPR soal alasan pemerintah mengimpor beras. Menurutnya, impor beras pada 2015 dilakukan untuk mengantisipasi el nino.
"Awalnya pemerintah mau impor beras 1,5 juta ton, akhirnya yg diimpor hanya sekitar 900 ribu ton dan datang pada tahun depannya 2016 kira-kira sisanya 600 ribu ton," ujarnya.
Sedangkan pada Oktober 2017, harga beras melambung tinggi. "Dalam kepanikan itu, kami berpikir jangan sampai chaos, kalau panen Maret 2018 jelek. Itu sebabnya kami siapkan impor."
Bulog ditargetkan bisa menyediakan stok dari dalam negeri sebanyak 2,2 juta ton dalam kurun akhir 2017 lalu sampai Juni 2018. Namun hingga Maret 2018, menurutnya, Bulog hanya mampu menyediakan 200-300 ribu ton. Bahkan hingga September, Bulog baru sanggup menyediakan 900 ribu ton.
"Dalam situasi begitu, tidak ada kemungkinan lain kecuali impor karena akan kurang ini," ujar Darmin pada September 2018.
Sementara itu, Ombudsman menyebut pertimbangan harga sebagai alasan pemerintah dalam membuka keran impor empat komoditas yang mereka soroti yakni beras, jagung, gula, dan garam.
"Karena harganya lebih murah. Seperti jenis-jenis industri tertentu, memerlukan jenis komoditi yang impor. Misalnya garam, alasannya, dengan harga yang sekian, kualitas tampaknya jauh lebih relevan," tutur Alamsyah di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (4/1).