Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima pejabat Kementerian Agama di era Menteri Yaqut Cholil Qoumas. Mereka dijadwalkan diperiksa KPK dalam kasus penentuan kuota dan penyelenggaraan haji.
"Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024," ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo, Rabu (17/9/2025).
5 Pejabat Kementerian Agama Era Yaqut Dipanggil KPK karena Kasus Haji

Intinya sih...
5 pejabat Kementerian Agama dipanggil KPK.
Indonesia dapat tambahan 20 ribu kuota haji.
Kerugian negara mencapai Rp1 triliun.
1. Daftar saksi yang dipanggil KPK
Lima sosok yang dipanggil KPK adalah Jaja Jaelani (Direktur Bina Umrah & Haji Khusus 2024), Ramadan Harisman (PNS Kemenag), M. Agus Syafi (Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus periode 2023-2024), Abdul Muhyi (Analis Kebijakan pada Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus 2022 – 2024), dan Nur Arifin (Direktur Umrah dan Haji Khusus tahun 2023).
"Pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK," ujarnya.
2. Indonesia dapat tambahan 20 ribu kuota haji
Diketahui, Indonesia mendapatkan kuota haji tambahan setelah Presiden RI ketujuh Joko "Jokowi" Widodo bertemu dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia, 92 persennya untuk kuota haji reguler.
Indonesia mendapatkan 20 ribu kuota haji tambahan. Seharusnya, 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler dan sisanya untuk haji khusus. Namun, yang terjadi justru pembagiannya dibagi menjadi 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10 ribu untuk kuota haji khusus.
Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, pada 15 Januari 2024
3. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun
KPK pun telah menerbitkan surat perintah penyidikan (SPRINDIK) kasus ini. Namun, belum ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan perhitungan sementara internal KPK, diduga kasus ini merugikan negara Rp1 triliun. Namun, hitungan ini belum melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan.