ilustrasi Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi sebelum pandemik virus corona (IDN Times/Mela Hapsari)
Guru Mughni besar di keluarga yang sangat taat dalam menjalankan ajaran Agama Islam. Guru pertamanya adalah bapaknya sendiri, H. Sanusi. Selain mengaji kepada ayahnya, ia dan kakak-kakaknya juga mengaji kepada H. Jabir.
Nama lengkap Guru Mughni adalah Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais. Ia lahir sekitar tahun 1860 di Kampung Kuningan, Jakarta Selatan, dan wafat pada hari Kamis, 5 Jumadil Awwal 1354H, dalam usia 70 tahun.
Karena kecerdasannya, membuat sang bapak bertekad mengirimnya untuk belajar ke Makkah. Pada usia 18 tahun, ia dikirim bapaknya ke Makkah. Pada 1885, ia sempat kembali ke Tanah Air. Namun, karena merasa belum cukup berilmu, ia kembali lagi ke Makkah untuk mengaji selama lima tahun.
Adapun guru-gurunya selama di Makkah antara lain Syekh Sa`id Al-Babsor (Mufti Makkah), Syekh Abdul Karim Al-Daghostani, Syekh Muhammad Sa`id Al-Yamani, Syekh Umar bin Abi Bakar Al-Bajnid, Syekh Muhammad Ali Al-Maliki, Syekh Achmad AlDimyathi, Syekh Sayyid Muhammad Hamid, dan syekh lainnya.
Setelah 14 Tahun di Makkah, ia kembali ke Tanah Air. Dengan kapasitas ilmunya, orang datang berduyun-duyun untuk belajar dan menimba ilmu darinya. Sejak itulah ia dikenal dengan panggilan “Guru Mughni”.
Guru Mughni mengajar ilmu fiqih, tauhid, tafsir, hadits, akhlak, dan bahasa Arab di majelis taklim yang dibuatnya. Murid-muridnya yang menjadi ulama Betawi terkemuka di antaranya adalah Guru Abdul Rachman Pondok Pinang, KH. Mughni Lenteng Agung, Guru Naim Cipete, KH Hamim Cipete, KH Raisin Cipete, Guru Ilyas Karet, Guru Ismail, atau Guru Mael Pendurenan, dan ulama lainnya.