Jakarta, IDN Times - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengaku bingung mengapa hasil keputusan rapat gabungan antara Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenpan RB dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru berbeda dari instruksi Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Dalam rapat yang digelar pada Selasa, (25/5/2021), ketiga instansi itu sepakat dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos untuk dijadikan ASN, hanya 24 orang yang dapat diselamatkan. Sisa 51 pegawai lainnya tak bisa lagi bergabung dan bekerja di komisi antirasuah.
Padahal, berdasarkan pidato yang disampaikan 17 Mei 2021 lalu, Jokowi tegas menyebut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai komisi antirasuah tersebut.
"Keputusan ini berbeda dengan harapan Pak Presiden bahwa semuanya (pegawai yang tak lolos TWK) harus diberi kesempatan. Ini juga bertentangan dengan keputusan di Mahkamah Konstitusi untuk menjamin hak-hak pegawai selama proses transisi," kata Mardani kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini.
Anggota DPR yang duduk di komisi II itu menilai kebijakan yang diambil dari rapat tersebut malah semakin menegaskan upaya untuk melemahkan KPK. Sebab, mayoritas dari pegawai yang tak lolos menjadi ASN merupakan penyidik, penyelidik, kepala satuan tugas dan pejabat eselon.
"Mereka selama ini sudah mengharumkan nama KPK. Ke-75 pegawai KPK itu selama ini punya prestasi," tutur dia lagi.
Mengapa keputusan yang diambil di dalam rapat yang berlangsung secara tertutup itu bisa berbeda dari instruksi Presiden Jokowi?