Jakarta, IDN Times – Meskipun tuntutan agar Presiden Soeharto mundur kian gencar, kalangan elite politik pada kurun waktu Mei 1998 belum yakin bahwa penguasa Orde Baru tersebut mau memenuhi janjinya untuk lengser keprabon madeg pandhito. Alias, turun dari jabatan presiden kemudian menarik diri dari hiruk-pikuk kekuasaan politik.
Cendekiawan muslim Nurcholis Madjid saat itu mengingatkan untuk diambil jalan tengah, yakni presiden menyampaikan pidato di depan rakyat yang berisi akan melakukan koreksi total atas kesalahan selama ini dan menyatakan mundur dalam waktu secepat-cepatnya.
Dari kalangan mahasiswa yang sudah berbulan-bulan menuntut dilakukannya reformasi, ada enam tuntutan.
- Adili Soeharto dan kroni-kroninya
- Laksanakan amandemen UU 1945
- Hapuskan Dwi Fungsi ABRI
- Pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya
- Tegakkan supremasi hukum
- Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Melihat perkembangan situasi, Nurcholis Madjid yang akrab dipanggil Cak Nur menggelar jumpa pers pada 17 Mei 1998 di Hotel Wisata, Jakarta. Cak Nur menyampaikan idenya untuk mempercepat pemilu, paling lambat pada 2000. Keesokan harinya, media massa memuat ide Cak Nur. Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid dikabarkan tertarik dengan ide itu.
Lalu, mulailah proses 66 jam mendorong proses reformasi. Penuh kejutan. Begini kronologinya, sebagaimana dikutip dari berbagai sumber, termasuk Mingguan Berita Gatra dan Majalah Panji Masyarakat.