Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Bambang Widjojanto, menegaskan keputusan Ketua KPK Firli Bahuri untuk menonaktifkan 75 pegawai yang tak lolos jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang yang digelar pada 4 Mei 2021 lalu, hakim MK sepakat meminta peralihan pegawai KPK menjadi ASN tak boleh merugikan pegawai komisi antirasuah itu sendiri.
"Oleh karena itu SK (untuk) menonjobkan adalah kebijakan yang mengandung tindakan sanksi atau vonis (bagi pegawai KPK yang tak lulus tes ASN). Kebijakan berupa tindakan nonjob seperti ini sangat fatal karena hak keperdataan dan publik pegawai KPK telah secara sengaja dimatikan," ungkap Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu, 12 Mei 2021 lalu.
Tindakan tersebut, kata pria yang akrab disapa BW itu juga melanggar prinsip penting yang terdapat di dalam Undang-Undang KPK yaitu akuntabilitas, kepastian hukum dan kepentingan umum. BW menduga keputusan untuk menonaktifkan 75 pegawai adalah keputusan Firli selaku pimpinan KPK.
"Maka, pembuat kebijakan (menonaktifkan 75 pegawai) juga harus dikualifikasi telah melakukan pelanggaran etik dan perilaku kelembagaan," tutur dia lagi.
BW khawatir bila tindakan mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dibiarkan maka reputasi dan kehormatan komisi antirasuah bisa hancur. "Untuk itu Ketua KPK harus diminta mundur atau diberhentikan secara faktual. Karena ia akan terus memproduksi permasalahan tapi nihil kerja yang reputable," katanya.
Apakah tindakan Firli ini bisa dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK?