Jakarta, IDN Times - Terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir merasa kecewa setelah diberi harapan palsu oleh pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo akan dibebaskan dari Lapas Gunung Sindur pada pekan ini. Harapan itu sempat membuncah setelah Ketua Umum Partai Bulan dan Bintang, Yusril Ihza Mahendra datang ke lapas dan mengatakan Jokowi telah setuju Ba'asyir dibebaskan. Yusril yang mengaku sebagai utusan Jokowi, menyebut Ba'asyir bisa menghirup udara bebas tanpa syarat.
Namun, kini kebebasan yang sempat berada di depan mata seolah tinggal angan-angan. Apalagi Jokowi kemudian menyampaikan ke publik, pembebasan Ba'asyir disertai dengan syarat. Pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia itu diminta untuk menandatangani dokumen berisi janji setia kepada Pancasila dan NKRI. Namun, ia menolak menandatangani dokumen tersebut.
Kuasa hukum Abu Bakar Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta, menepis narasi pemberitaan tersebut. Ia mengatakan kliennya tidak pernah merasa disodorkan dokumen apa pun untuk ditanda tangani.
"Terus terang kami semua menjadi bingung, ini siapa yang ngomong (soal Abu Bakar Ba'asyir tidak bersedia menandatangani ikrar)? Ustaz saja tidak pernah merasa disodorkan dokumen berisi ikrar itu," ujar Mahendradatta ketika menemui Wakil Ketua DPR, Fadli Zon di Kompleks Parlemen pada Rabu (23/1).
Menurut Mahendradatta, tanda tangan dokumen berisi ikrar setia kepada Pancasila dan NKRI adalah aturan yang baru dibuat tahun 2018 lalu. Sementara, ketika Ba'asyir masuk ke penjara di tahun 2012, aturan tersebut tidak ada sebagai syarat untuk bebas.
Lantaran merasa dibohongi oleh Jokowi dan Yusril, pihak Ba'asyir kemudian mengadu ke Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Mereka berharap Fadli bisa menuntut pemerintah untuk memberikan respons apakah pria berusia 80 tahun itu tetap dapat dibebaskan atau tidak. Kalau pun tidak jadi dibebaskan, apa alasannya.