Jakarta, IDN Times - Ahli bidang biologi molekular Universitas Adelaide, Australia, Ines Atmosukarto mengaku tak habis pikir mengapa pemerintah melakukan glorifikasi berlebihan bagi pengembangan Vaksin Nusantara yang diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Padahal, hingga kini data-data mengenai vaksin tersebut masih terbatas. Saat ini vaksin tersebut sudah melewati uji klinis tahap I.
"Sepertinya orang-orang di Indonesia berpikir semakin rumit ilmu atau metode sains yang digunakan, maka hasilnya akan jauh lebih baik. Vaksin Nusantara menggunakan metode yang telah diteliti selama 20 tahun untuk pengobatan pasien kanker," ujar Ines ketika berbicara di diskusi virtual yang diselenggarakan oleh ANU Indonesia Project Global Seminar, Rabu (24/2/2021).
Ia menjelaskan, langkah pembuatan Vaksin Nusantara dengan sel dendritik yaitu darah relawan yang mengandung sel darah putih diambil. Lalu, sel yang mengandung imunitas itu akan diberikan sel antigen vaksin di laboratorium.
"Selain itu, juga diberikan komponen lain yang mahal lalu disimpan di tempat yang dingin, lalu sel tersebut dikembalikan ke tubuh Anda," tutur dia.
Ines mengungkapkan, metode dan kemunculan Vaksin Nusantara yang terkesan tiba-tiba membuat publik bingung. Selain itu, metode pengembangan Vaksin Nusantara begitu rumit, sehingga tidak sesuai dengan prinsip agar vaksinasi bisa cepat dilakukan.
"Padahal, sudah ada bukti bahwa vaksin yang kita miliki saat ini dengan hanya menyuntikan zat di dalam vaksin bekerja dengan baik. Jadi, untuk apa lagi menggunakan metode yang rumit itu?" ujar perempuan yang juga menjadi CEO Lipotek, perusahaan start up di bidang bioteknologi yang berlokasi di Canberra, Australia.
Lantas, apakah aman mengembangkan vaksin dari metode pengobatan bagi pasien kanker?