Adapun Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Saefullah mengatakan, proyek perluasan atau reklamasi kawasan Ancol berbeda dengan proyek reklamasi 17 pulau yang dibuat pada masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang kemudian dibatalkan oleh Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies. Ia menjelaskan, reklamasi Ancol adalah hasil dari pengerukan 5 waduk dan 13 sungai di area Ibu Kota.
"Sudah ada lebih dahulu (reklamasi Ancol), dan terpisah dari reklamasi yang akhirnya dibatalkan," ujarnya ketika memberikan keterangan pers melalui siaran daring di YouTube Pemprov DKI Jakarta pada Jumat (3/7/2020)
Saefullah menegaskan, reklamasi Ancol adalah untuk kepentingan publik yaitu sebagai kawasan rekreasi masyarakat. Pemrov DKI Jakarta mengeluarkan izin perluasan di Kawasan Ancol dengan menampung hasil pengerukan sungai oleh Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI), dan dikenal juga dengan sebutan Proyek Darurat Penanggulangan Banjir Jakarta atau Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP).
"Pengerukan dilaksanakan di lima waduk dan 13 sungai yang ada di DKI Jakarta, sebagai upaya penanggulangan banjir yang perencanaannya telah ditetapkan sejak tahun 2009," tuturnya.
Sementara proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta diketahui untuk kepentingan komersil, dengan dibangunnya sejumlah properti dan kawasan komersial lainnya. Saat itu, Pemprov DKI Jakarta berharap, proyek reklamasi ini dapat memberikan pemasukan atau pendapatan bagi DKI.
Kala masih menjabat sebagai Gubernur DKI, Ahok menekankan bahwa reklamasi hanya melanjutkan amanat Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 yang terbit di era Presiden Soeharto. Dia juga menilai, reklamasi bertujuan memperluas Pelabuhan Tanjung Priok, memperbesar kapasitas pelabuhan, serta menekan biaya logistik.
Tak hanya itu, investasi para pengembang di proyek reklamasi dapat menyumbang Rp158 triliun untuk Jakarta dalam kurun 10 tahun. Ahok juga mematok kontribusi 15 persen dari tiap pengembang di kawasan reklamasi.