Pertemuan Anies Baswedan dengan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di rumah Anies, Selasa (21/3/2023). (dok. Partai Demokrat)
Sementara, dalam pandangan analis politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Karim Suryadi, koalisi yang ada saat ini ada di posisi yang rentan bubar. Hal itu lantaran semua koalisi belum ada yang mengumumkan sosok bakal cawapres.
"Kalau soal bakal cawapres, semua koalisi nasibnya sama. Masih seperti lagu lama yaitu menanti kejujuran berharap kepastian. Karena semua belum pasti. Saya yakin penentuan sosok bakal cawapres menjadi batu uji, terutama bagi koalisi-koalisi yang dibangun di atas kesepakatan bahwa jika saya bergabung apakah peserta koalisi lain akan lari atau tidak," ujar Karim kepada media pada 6 Agustus 2023 lalu.
Batu uji yang dihadapi oleh masing-masing parpol yaitu bila pada kenyataannya mereka tidak mendapatkan apapun, apakah parpol yang bersangkutan akan tetap bertahan di koalisi tersebut atau tidak. "Jadi, menurut saya antara koalisi yang dibesut oleh Gerindra atau dihelat oleh NasDem sama saja pada titik ini," katanya lagi.
Ia menggarisbawahi ada faktor lain yang berpeluang mengubah lagi peta koalisi parpol, yakni terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas minimum bakal cawapres. Bila hakim konstitusi mengabulkan gugatan dan batas usia minimum diturunkan, kata Karim, aturan itu yang akan dipakai dalam penentuan bakal cawapres.
Ia pun memperkirakan bila gugatan tersebut dikabulkan oleh MK, maka peluang muncul sejumlah nama baru untuk dijadikan bakal cawapres sulit untuk dicegah. Termasuk nama Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Di sisi lain, Karim mengaku tidak terpukau dengan perubahan aturan dengan menurunkan batas minimum usia bakal cawapres. Sebab, alasannya tidak jelas dan terjadi jelang Pemilu 2024.
"Kalau sekedar untuk menampung Den Ayu, Cah Ayu atau Den Bagus, maka itu tidak fair. Karena berkah dari demokrasi adalah jaminan kesamaan dan kesempatan kepada siapapun. Bukan hanya berkah bagi mereka yang berdarah biru, si Fulan yang berdarah merah putih juga punya kesempatan yang sama," tutur dia.
Hal lain yang diingatkan oleh Karim yaitu posisi presiden dan wakil presiden bukan jabatan main-main. Mereka memegang kekuasaan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Kedua jabatan tersebut memegang kekuasaan tertinggi di Indonesia.
"Bila batas minimum usia untuk jadi gubernur, bupati atau wali kota yang diturunkan, itu tidak jadi soal. Kenapa? Karena itu jabatan pertama. Kan tidak mungkin juga, orang ujuk-ujuk belum punya pengalaman apa-apa lalu menjadi presiden atau wakil presiden," ujarnya tegas.