Ilustrasi berdoa dan mengaji (IDN Times/Sunariyah)
Suatu hari, Aisyah mendapat cobaan berat karena fitnah yang dituduhkan kepada dirinya untuk menjatuhkan dan menyakiti Rasulullah SAW, dengan mempertanyakan kesucian Aisyah.
Saat itu, Aisyah berkaca pada sosok Siti Maryam, ibu dari Nabi Isa AS yang juga tak luput dari fitnah serupa. Aisyah pun menyadari ujian paling berat di dunia ini bagi seorang perempuan adalah fitnah mengenai kesucian dan kehormatannya.
Namun, hal tersebut terjawab oleh kerabat Aisyah bernama Barirah saat ditanya Muhammad SAW mengenai fitnah tersebut.
“Aku bersumpah kepada Allah yang mengutusmu dan agama kebenaran ini, ya Rasulullah! Aku tak menemukan hal buruk pada diri Aisyah. Jika ada keburukan pada dirinya, di antaranya ialah kadang dia tertidur ketika bekerja karena kelelahan. Ketika dia tertidur, kambing masuk, memakan tepung, kemudian pergi melarikan diri. Sungguh, aku tak memiliki apa-apa selain berkata mengenai kebaikan dirinya. Hal-hal yang aku tahu mengenai dirinya tak lain ialah mengenai emas-emas kebaikan seorang pemilik emas,” katanya pada Nabi.
Aisyah telah menjadi jawaban sebaik-baiknya teladan bagi perempuan. Ibunda yang cerdas dan penuh kesabaran. Seseorang yang memilih tinggal bersama Rasulullah SAW, meninggalkan harta dunia sebagai upaya meyakinkan diri untuk bertahan.
Perempuan yang juga tak pernah dijanjikan kemudahan, menjadi perempuan istimewa sebab ceritanya disucikan dalam Alquran. Cemburu Aisyah adalah cemburu pada kebaikan. Keingintahuan dia adalah investasinya untuk peradaban di masa yang akan datang.