ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
Dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi tercantum seperti apa kategori pornografi yang dimaksud yang tertuang pada Pasal 1, berbunyi:
"Pornografi adalah seperti gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartu, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat," demikian bunyi Pasal 1 dalam Bab I tentang Ketentuan Umum.
Bahkan, pada Bab II juga telah diatur larangan dan pembatasan terkait pornografi sebagaimana tertera pada Pasal 4 yang berbunyi:
"Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak," demikian bunyi Pasal 4 ayat 1.
Selain itu, jika melihat kasus Dinar Candy, dirinya masuk ke dalam kategori larangan dan pembatasan UU Pornografi pada Pasal 10, yaitu:
"Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, pesenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya," demikian bunyi Pasal 10.