Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo kerap menekankan Indonesia merupakan negara demokrasi. Namun, tak jarang Presiden Jokowi mengabaikan peran pers sebagai pilar keempat demokrasi.
Ada sejumlah aksi setting-an wawancara yang dilakukan Jokowi bersama sejumlah staf Biro Pers Sekretariat Presiden. Memang, ada kata 'pers' dalam unit kerja tersebut, tapi itu bukan pers pilar keempat demokrasi, Pak Jokowi.
Akhir-akhir ini, Jokowi kerap melakukan wawancara setting-an itu dengan Biro Pers untuk menanggapi isu yang sedang ramai di masyarakat. Dia tidak mengajak para jurnalis yang bertugas di Istana ikut serta.
Wawancara setting-an itu pertama kali terjadi pada Januari lalu di Istana Bogor. Saat itu, Jokowi menjelaskan mengenai aturan Presiden boleh melakukan kampanye. Wawancara settingan itu kemudian diunggah di akun Instagram Jokowi dan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Dengan mengenakan setelan jas, Jokowi menjelaskan presiden dan wakil presiden boleh berkampanye. Jokowi bahkan mencetak aturan yang memperbolehkan presiden dan wakil presiden berkampanye menggunakan kertas besar.
Kertas yang dibawa Jokowi itu bertuliskan "UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 299 Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.
"Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak? Saya sampaikan ketentuan dari aturan perundang-undangan. Ini saya tunjukin Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2017, jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye," ujar Jokowi dalam pernyataannya yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024).
Saat itu, putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka juga maju sebagai calon wakil presiden. Sejumlah elemen masyarakat khawatir Presiden ikut berkampanye secara langsung untuk memenangkan anaknya.