Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Penembakan. (Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia (AII) mengkritisi deretan kasus penembakan yang melibatkan personel Polri dalam beberapa hari terakhir. Rentetan peristiwa tersebut menimbulkan pertanyaan besar ada apa dengan institusi kepolisian Indonesia. 

"Mengapa penggunaan senjata api oleh polisi yang seharusnya menjadi langkah terakhir, justru terkesan menjadi senjata utama dan menyebabkan hilangnya nyawa manusia?" tanya Direktur eksekutif AII, Usman Hamid dalam keterangan tertulis pada Selasa (26/11/2024). 

Ada tiga peristiwa penembakan yang melibatkan polisi dan menjadi sorotan publik. Ketiga peristiwa itu terjadi dalam waktu berdekatan. 

Pertama, personel Polri menembak mati seorang warga sipil yang diduga mencuri buah kelapa sawit di Bangka Barat pada 24 November 2024 lalu. Kedua, personel Polri menembak siswa SMK berinisial GR juga di hari yang sama.

Ketiga, penembakan yang menimpa polisi dan dilakukan oleh personel Polri pada 22 November 2024 lalu. Korban merupakan Kasatreskrim Polres Solok Selatan, AKP Ulil Riyanto Anshari. Sedangkan, pelaku adalah Kabag Ops AKP Dadang Iskandar. 

Usman menyebut kejadian-kejadian itu tidak dapat dianggap sebagai insiden terisolasi. Deretan peristiwa itu mencerminkan kegagalan sistemik dalam prosedur penggunaan senjata api dan pola pikir aparat yang cenderung represif. 

1. Pola kekerasan yang dilakukan oleh personel Polri terus berulang

Ilustrasi pistol (IDN Times/Mardya Shakti)

Lebih lanjut, Usman juga menyoroti tiga peristiwa penembakan yang melibatkan personel Polri dalam waktu yang berdekatan merupakan peristiwa yang mengkhawatirkan. Hal itu mempertegas pola kekerasan yang melibatkan personel kepolisian. 

"Dalam peristiwa penembakan di Kota Semarang, klaim pihak berwenang bahwa penembakan terhadap seorang remaja lantaran dalam upaya menangani tawuran bukan saja ilegal dan tidak perlu. Hal itu juga tidak proporsiona dan tak akuntabilitas," kata Usman. 

Belum lagi, katanya, penembakan terhadap remaja itu melanggar prinsip perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). 

2. Penembakan terhadap warga sipil di Bangka Barat tak sesuai dengan aturan hukum

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sementara, dalam peristiwa di Kabupaten Bangka Barat, penembakan yang dilakukan oleh personel Polri adalah bentuk penghukuman di luar proses hukum. Apabila korban betul telah melakukan pencurian seharusnya diproses secara hukum. 

"Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum nasional dan internasional," kata Usman. 

3. Amnesty International Indonesia desak negara revisi aturan penggunaan senjata api

Ilustrasi penembakan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lantaran hal itu, Amnesty International Indonesia (AII) mendesak DPR RI dan Komisi Kepolisian Nasional untuk mengevaluasi keinerja dan kepemimpinan Polri. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memastikan adanya pertanggungjawaban hukum yang tuntas atas kasus-kasus penembakan itu. 

"Proses hukum jangan hanya terhadap petugas lapangan. Tetapi juga pejabat komando yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pengambilan keputusan, khususnya terkait penggunaan senjata api," tutur Usman. 

Ia turut mendorong agar negara merevisi aturan penggunaan senjata api. Negara, kata Usman perlu memastikan senjata api dapat digunakan sebagai upaya terakhir sesuai prinsip legalitas dan proporsionalitas. 

"Perlu dilihat juga nesesitas agar tetap melindungi prinsip-prinsip HAM," katanya. 

Editorial Team