Ilustrasi ISIS (IDN Times/Arief Rahmat)
Dedi menjelaskan, masih ada mastermind asal Indonesia lainnya yang masih berstatus daftar pencarian orang (DPO) yang bernama Abu Saidah.
"Abu Saidah ini perannya bertemu di Bogor dan memberikan uang ke Novendri sebesar Rp18 juta," jelas Dedi.
Novendri merupakan teroris JAD Sumatera Barat yang ditangkap pada Kamis (18/7) lalu di Padang, Sumatera Barat.
Selanjutnya Novendri, kata Dedi, memberikan sejumlah uang dari pertemuan di Bogor itu kepada Bondan yang merupakan teroris JAD Bekasi. Bondan memiliki kemampuan merakit bom TATP high explosive dan merekrut beberapa orang.
Selain itu, Bondan juga akan melakukan serangan terorisme secara terstruktur maupun suicide bomber saat demo 21-22 Mei 2019 di depan kantor KPU dan Bawaslu.
"Yang bersangkutan (Bondan) ditangkap sebelum demo terjadi yaitu pada 8-14 Mei," kata Dedi.
Dedi melanjutkan, jaringan teroris ini juga terhubung dengan Heru Kuncoro alias Uceng, yang merupakan adik ipar dari Dul Matin pelaku bom Bali 1. Uceng sendiri pernah dipidana dan ditangkap di Filipina tahun 2002 dan 2010. Ia ditangkap lagi di Indonesia sebagai residivis terorisme pada 2011 dan dibebaskan pada 2017. Akan tetapi, ia ditangkap lagi ketika akan berangkat ke Iran.
"Heru Kuncoro ini memiliki peran cukup dominan di jaringan JAD Indonesia karena berkomunikasi dengan Abdul Wahid, tokoh sentral ISIS Indonesia di Suriah. Diduga yang bersangkutan (Abdul Wahid) tewas di Suriah awal Januari 2019," ujar Dedi.
Lebih lanjut, saat ini Densus 88 sedang melakukan pemetaan dan mengidentifikasi kembali napiter yang sudah keluar, deportan dari Suriah yang sudah masuk ke Indonesia, termasuk para DPO yang masih dikejar.
"Jaringan komunikasi polisi Indonesia kita aktifkan dengan kepolisian Filipina, Malaysia, Afganistan. Ini untuk mencegah aksi terorisme terstruktur oleh JAD," tutur Dedi.