Jakarta, IDN Times - Usai pemilu digelar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung tancap gas menuntaskan kasus rasuah yang tertunda. Salah satu kasus yang terus dilanjutkan adalah korupsi proyek PLTU Riau-1.
Lembaga antirasuah pada Selasa (23/4) menetapkan Dirut PT PLN Persero, Sofyan Basyir sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek mulut tambang PLTU Riau-1. Proyek itu sendiri memang belum direalisasikan. Tapi, KPK sudah mencium adanya praktik bagi-bagi jatah di dalam bagian dari proyek kelistrikan 35 ribu megawatt.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menjelaskan Sofyan telah menunjuk langsung pengusaha sekaligus pengendali saham PT Blackgold Natural Resources untuk mengerjakan proyek di Riau yakni PLTU. Proses penunjukkan langsung itu terjadi pada tahun 2016 lalu, kendati belum terbit Peraturan Presiden nomor 4 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Isi dari Perpres itu yakni menugaskan PT PLN (Persero) menyelenggarakan pembangunan infrastruktur kelistrikan (PIK). Maka, seharusnya Sofyan tidak bisa melakukan penunjukkan langsung ketika itu.
Setelah PT PLN menunjuk perusahaan milik Johannes Budisutrisno Kotjo, maka proyek PLTU Riau-1 masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
"Johannes Kotjo meminta anak buahnya agar siap-siap karena dipastikan (proyek) Riau-1 menjadi milik PT Samantaka," kata Saut ketika memberikan keterangan pers pada sore ini.
PT Samantaka sendiri diketahui merupakan anak perusahaan dari PT Blackgold Natural Resources. Lalu, apa yang dijanjikan oleh Kotjo kepada Sofyan sehingga ia mau memberikan wilayah Riau untuk dikerjakan oleh pengusaha tersebut?