Melansir dari France 24, pada 8 Mei 1945 di kota Setif selain merayakan kemenangan sekutu, para penduduk Aljazair juga menyerukan untuk mengakhiri kekuasaan kolonial, dengan teriakan "Hidup Aljazair merdeka!" Seruan itu dianggap provokasi bagi polisi Prancis, yang marah dengan kemunculan, untuk pertama kalinya, bendera Aljazair.
Ketika mereka memerintahkan penurunan bendera hijau dan putih, bentrokan terjadi. Seorang pemuda bernama Bouzid Saal menolak untuk menurunkan benderanya, yang membuat polisi Prancis menembaknya hingga tewas, memicu ledakan kerumunan massa yang marah. Kerusuhan berikutnya dan serangan balas dendam terhadap orang Eropa, memicu penindasan kolonial Prancis. Prancis melancarkan kampanye kekerasan selama 15 hari, menargetkan Setif dan daerah pedesaan sekitarnya, membom desa dan dusun tanpa pandang bulu.
Jenderal Raymond Duval memimpin tindakan keras pemerintah Prancis yang kejam, memberlakukan darurat militer dan jam malam di sebidang wilayah yang membentang dari Setif ke laut, 50 kilometer ke utara. Para pemimpin nasionalis ditahan atas dasar kecurigaan murni, dan desa-desa yang dicurigai menampung separatis diberondong oleh serangan angkatan udara dan dibakar.
Wanita, anak-anak dan orang tua dibantai dan sekitar 44 desa dihancurkan dalam 15 hari pembalasan. Eksekusi berlanjut hingga November 1945, dan sekitar 4.000 orang ditangkap. Jumlah korban menurut pihak Aljazair sebanyak 45.000 orang, sedangkan Prancis menyebutkan jumlah korban mencapai 20.000, termasuk 86 warga sipil Eropa dan 16 tentara.
Pembunuhan itu akan berdampak transformatif pada gerakan anti-kolonial yang baru lahir. Perang kemerdekaan besar-besaran pecah 1954, akhirnya mengarah pada kemerdekaan negara itu pada 5 Juli tahun 1962.