Tugu 12 Mei di depan Universitas Trisakti, Jakarta. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Sesudah penembakan, jadi sebelum itu saya ke Lamongan. Kemudian saya ditemani oleh Fahri Hamzah sekarang wakil ketua DPR. Fahri Hamzah ini bukan PAN (Partai Amanat Nasional), tapi kemudian gabung Partai Keadilan, belum ada sejahteranya waktu itu. Dia dengan saya dekat sekali. Kemudian di Lamongan sampai di Madiun saya dapat telepon dari Mas Parni Hadi (saat itu Pemimpin Redaksi Koran Republika, red). “Mas Amien di mana? Jangan masuk ke Jakarta dulu, ini ada informasi A1, Anda akan ditangkap,” kata Mas Parni.
Sampai ke Sragen, Pak Sri Edi Swasono, kakaknya Mas Sri Bintang Pamungkas, telepon. “Pak Amien nang endi? Di mana?” Jawab saya, di Jawa Tengah. Lalu, Mas Sri Edi bilang, “Jangan masuk Jakarta dulu, Anda pasti ditangkap.” Terakhir telepon dari Pak Adi Sasono almarhum. Dia kan juga dulu HMI, akrab. Bapaknya dan Bapak saya itu sangat bersahabat. Jadi ia wanti-wanti, “Please jangan datang ke Jakarta, Anda akan ditangkap.”
Sampai di Solo saya sowan ke ibu saya. “Bu, saya mestinya harus ke Jakarta 16-17 Mei nanti, cuma kata teman-teman kemungkinan saya ditangkap, gimana Bu pertimbangannya?” Lalu ibu saya di luar dugaan bilang, “Mien, itu risiko perjuangan, jadi memang saya kan sering mengatakan, Pak Harto itu gak murka, gak marah karena kamu kan dosen biasa di UGM, Pak Harto tinggi jabatannya, tapi sepertinya kamu kan bawa semacam galah, kursi Pak Harto dicengusin (digoyang) Beliau bisa marah, mudah-mudahan gak, kamu anakku, bismillah kamu gak apa-apa.”
Nah, sampai di Yogya, kan anak saya sudah lima waktu itu, kemudian saya beritahu ke istri, saya telepon ke sahabat-sahabat saya, di luar dugaan istri saya bilang: “Mas bismillah, gak apa-apa kok, soal anak-anak saya bisa carikan makan, saya bisa kerja seadanya.”
Dari situ saya ke Jakarta.
Saya masuk ke Jakarta itu saat itu sudah terjadi bakar-bakaran, tanggal berapa ya tanggal 13 Mei. Jadi waktu bakar-bakaran itu saya mencari taksi bandara Cengkareng yang mau ke kota Jakarta gak ada yang berani.
Asap membumbung. Saya bilang kepada supir taksi: “Sekarang gini Mas, jadi tolong saya dibawa ke kantor PP Muhamadiyah, di Menteng Raya nomor 62.” Dia tetap gak berani lalu beralasan nanti kalau banyak yang ngamuk-ngamuk kalau mobilnya dibakar gimana?” Lalu saya bilang, “Kamu percaya gak sama saya? Kalau percaya akan saya ganti. Bahkan, kalau perlu saya ganti semuanya kalau dirusak, bismillah.”
Saya sendirian waktu itu, kemudian saya ingat betul ketika lewat Pasar Senen, anak-anak muda banyak sekali, saya sudah berusaha menutup kaca mobil taksi tapi mereka memaksa buka. Waktu saya buka mereka teriak, “Wah, Amien Rais.” Kemudian mereka bilang 'Hidup Amien, hidup Amien' lalu mereka nari-nari di atas kap, saking gemesnya mentung kaca spion, bukan karena marah tapi karena gembira gitu. Lalu saya dipersilakan pergi.
Kemudian, lantas ketika peristiwa Trisakti itu saya bilang, “Saudara-saudaraku, para TNI, para anggota kepolisian, ingat baju Anda itu dari rakyat, senjata Anda dari rakyat, peluru Anda dari rakyat, masa Anda tega? Please, sadar.” Untuk menarik hati mereka saya sampai bilang, “Hidup TNI, Hidup Polri.”
Dari Muhammadiyah ke Trisakti saya dikawal beberapa teman dari Perguruan Silat Tapak Suci.
Catatan redaksi:
Awal Mei 1998 memang beredar kabar bahwa Amien Rais akan ditangkap. Tuduhannya berat, subversi. “Perjuangan saya justru untuk memberdayakan posisi rakyat terhadap negara. Saya keberatan kalau dituduh melakukan gerakan subversif,” kata Amien Rais saat itu.
Sejak marak demonstrasi mahasiswa, nama Amien melesat. Dia menjadi bintang mimbar bebas di mana-mana, termasuk di masjid dan kampus. Amien saat itu ikut dalam berbagai pertemuan dengan pro-reformasi, kaum pembangkang di mata rezim, pula dengan petinggi dalam kalangan militer.
Sejak awal 1998, praktis tak ada hari di mana Amien Rais tak melakukan penggalangan opini agar reformasi digulirkan. Majalah Panji Masyarakat edisi 25 Mei 1998 mengutip jajak pendapat yang dilakukan Harian Kompas, yang menempatkan Amien Rais dalam posisi teratas sebagai sumber paling dipercayai dalam bidang politik, disusul Jenderal TNI Rudini dan Emil Salim. Bahkan, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution meminta rakyat ikuti Amien Rais.