Massa penuntut pencabutan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) ditembakkan gas air mata oleh aparat kepolisian pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Axel Jo Harianja)
Berdasarkan laporan dari sejumlah lembaga bantuan hukum di berbagai kota, kata Usman, ratusan pengunjuk rasa ditangkap dan ditahan aparat kepolisian. Di Serang, Banten, 14 orang ditahan. Para kuasa hukum mereka yang ditangkap polisi menyatakan mereka kesulitan mengakses korban untuk memberikan pendampingan hukum.
Di kota yang sama pula, lanjut dia, seorang mahasiswa Universitas Negeri Islam mengaku sempat mengalami sesak napas setelah ditangkap dan diintimidasi polisi. Tiga mahasiswa lainnya sempat dibawa ke rumah sakit, setelah terkena lontaran gas air mata.
"Seorang di antaranya bahkan mengalami gegar otak," kata Usman.
Di Semarang, Jawa Tengah, sebanyak 50 pengunjuk rasa sempat ditangkap, dipaksa membuka baju dan dikumpulkan di kantor gubernur. Laporan lembaga bantuan hukum setempat kepada Amnesty mengatakan bahwa para pengunjuk rasa ini dipukul dan ditangkap secara paksa.
Di Bandung, Jawa Barat, sebanyak 75 orang ditangkap pada 7 Oktober 2020. Di Minahasa, Sulawesi Utara, sedikitnya 17 pengunjuk rasa juga sempat ditahan namun kini telah dibebaskan.
“Aparat keamanan berkewajiban untuk menghormati hak untuk mengemukakan pendapat secara damai dan, bahkan jika kekerasan terjadi, hanya sedikit kekuatan yang perlu digunakan untuk mengatasinya,” sebut Usman.
Laporan berbagai media juga menyebut bahwa polisi mengintimidasi kelompok-kelompok yang bepergian dengan bus ke Jakarta, menangkap, memerintahkan mereka untuk kembali ke rumah masing-masing dan tidak bergabung dengan massa lain di Jakarta.
“Mencegah orang bergabung dengan protes damai adalah pelanggaran terhadap hak asasi mereka. Setiap orang memiliki hak untuk bergabung dengan orang lain dan mengekspresikan pikiran mereka secara damai,” kata Usman.