Jakarta, IDN Times - Analis militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai tidak ada urgensi memperpanjang usia pensiun perwira tinggi TNI, termasuk Panglima TNI. Bila wacana itu diwujudkan dengan mengubah aturan di dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, maka persepsi yang terbentuk di benak publik justru pemerintah dan DPR sengaja mengistimewakan Jenderal Andika Perkasa.
Sebab, selama ini tidak pernah terdengar wacana menambah masa pensiun perwira TNI di periode panglima sebelumnya. Namun, kini wacana tersebut sudah bergulir, bahkan sebelum Andika resmi dilantik Presiden Joko "Jokowi" Widodo menjadi Panglima TNI. Diketahui, Andika bakal memasuki masa pensiun pada Desember 2022.
"Kalau mau mengubah usia pensiun kan berarti harus mengubah UU TNI, sedangkan itu tidak make sense (masuk akal). Apakah urgent undang-undang diubah hanya untuk akomodir penambahan masa kerja Pak Andika?" tanya Fahmi ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Selasa (9/11/2021).
Ia mengatakan bila masa pensiun Panglima TNI ditambah hingga 60 tahun, maka berpotensi menutup perwira tinggi lainnya untuk duduk di pucuk pimpinan. Sebab, banyak perwira TNI lainnya di bawah Andika yang memiliki kemampuan tidak kalah mumpuni.
"Kan gak fair juga hanya mengandalkan kemampuan Pak Andika hingga 2024. Sementara, ada banyak perwira tinggi TNI lainnya yang hebat-hebat," tutur lagi.
Berdasarkan aturan di dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, usia pensiun bagi perwira tinggi TNI adalah 58 tahun. Sedangkan, pangkat bintara dan tamtama pensiun di usia 53 tahun.
Namun, Fahmi memilih melihat lebih lanjut bagaimana wacana ini bergulir. Sebab, masih belum jelas apakah masa pensiun prajurit benar-benar akan diperpanjang. Bila usia pensiun ditambah, pangkat mana saja yang terkena dampak aturan tersebut.
Lalu, apa dampak bila usia pensiun Panglima TNI benar-benar ditambah tak lama setelah Andika ditunjuk jadi calon tunggal?