Jakarta, IDN Times - Analis militer dari Universitas Jenderal Ahmad Yani, Connie Rahakundini Bakrie sudah menduga calon tunggal Panglima TNI selanjutnya bukan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman. Hal itu lantaran Dudung memiliki catatan pelanggaran yang tergolong berat yakni pengerahan personel militer untuk merundung anggota DPR, Effendi Simbolon. Pangkal permasalahannya lantaran Effendi menyebut TNI adalah gerombolan.
"Itu kan satu bentuk pelanggaran sebagai kepala staf, dia seharusnya bersyukur tidak dipecat. Karena kepala staf bertugas membina pasukan bukan mengerahkannya. Pengguna kekuatan itu ada di tangan Panglima TNI. Itu pun harus seizin DPR," ujar Connie ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Selasa, (29/11/2022).
"Jadi, ketika seorang kepala staf menggunakan kekuatannya baik dengan atau tanpa peluru, seperti media sosial, itu masuk ke dalam teror psikologi atau propaganda. Itu fatal banget hukumannya," tutur dia lagi.
Ia menyebut sejak Dudung melakukan kesalahan fatal tersebut, Connie yakin Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa adalah Laksamana Yudo Margono. Meski begitu, ia tak menampik ada upaya-upaya dari pendukung Dudung agar mantan Pangkostrad itu yang dipilih presiden menjadi Panglima TNI.
"Pak Dudung tetap ngotot (ingin jadi Panglima TNI), tetapi kan gak bisa. Presiden Jokowi kan sudah firm (Panglima TNI selanjutnya Yudo)," ujarnya.
Sementara, di media sosial, sempat muncul bertebaran narasi yang menyebut bila Yudo yang dipilih menjadi calon tunggal Panglima TNI, maka ia memiliki beban berat. Lantaran, dua kecelakaan alutsista terjadi saat ia menjabat KSAL. Dua kecelakaan itu yakni tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 yang menewaskan 53 anggota TNI AL dan pesawat latih G-36 Bonanza T-2503 yang menyebabkan dua prajurit gugur.
Apakah dua kecelakaan itu bakal menjadi catatan ketika Yudo mengikuti uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Panglima TNI?