Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Laporan Santi Dewi

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus mega korupsi KTP Elektronik (E-KTP) Setya Novanto kembali menjalani persidangan pada Senin (22/1) di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Berbeda dari tiga persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kali ini tidak lagi membahas mengenai pembuktian aliran uang haram tersebut menggunakan metode tukar valas di money changer

Lima saksi yang dihadirkan merupakan orang-orang dekat Novanto dan ikut diuntungkan dari proyek dengan anggaran Rp5,9 triliun itu. Mereka adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong, Made Oka Masagung, Charles Sutanto Ekapraja, Mirwan Amir, dan Aditya Suroso.

Sidang berlangsung alot dan marathon, karena dimulai sekitar pukul 10.16 WIB dan berakhir pukul 23.00 WIB. Itu pun baru tiga saksi yang didengar kesaksiannya.  

1. Bagi rata fee Rp500 miliar untuk DPR dan Kemendagri

Di dalam persidangan, pengusaha Andi Narogong kembali mengungkap beberapa pertemuan para pihak yang terlibat di proyek e-KTP dengan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Selain bertemu di Hotel Gran Melia pada Februari 2010, aktivitas yang sama juga terjadi di kediaman Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, pada 2011.

Di rumah mewah Novanto, berkumpul sahabatnya, Made Oka Masagung, Andi Narogong, Johannes Marliem, dan Charles Sutanto. Salah satu poin yang dibahas yakni mengenai jatah bagi masing-masing anggota DPR dan pejebat di Kementerian Dalam Negeri. Semula, jatah pembagian fee bagi mantan Ketua Umum Partai Golkar itu sebesar 11 persen atau setara Rp574,2 miliar. 

Ini belum termasuk jatah Rp500 miliar lainnya, di mana masing-masing ditujukan bagi anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Dalam pertemuan itu, Novanto memperkenalkan sejumlah pengusaha yang tergabung dalam anggota konsorsium proyek e-KTP ke bos PT Gunung Agung, Made Oka Masagung. Menurut Andi, Novanto meminta agar fee bagi rekannya di DPR disalurkan melalui Made Oka. 

"Untuk (fee) teman-teman DPR melalui Made Oka Masagung saja," ujar Andi menirukan kalimat Novanto di ruang sidang.

Untuk menyamarkan pemberian uang, Made Oka yang berpengalaman di bidang perbankan, menyarankan Johannes Marliem mengirimkan invoice (faktur) dari perusahaan miliknya, PT Biomorf yang ada di Amerika Serikat sebesar USD3,5 juta ke rekeningnya yang ada di Singapura. 

Sayangnya, pemberian jatah fee bagi anggota DPR ini tidak berlangsung mulus. Andi kehabisan dana, hingga harus ditagih oleh Chairuman Harahap yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Komisi II DPR. 

"Waktu itu ditagih sama Irman (Direktur Jenderal Kependudukan dan Sipil Kemendagri). Lalu, kami bertemu di Equity Tower, di sana ada Pak Novanto dan Paulus Tanos (Direktur PT Sandipala Arthapura)," tutur Andi. 

Andi turut menjelaskan Made Oka pula yang dijanjikan Novanto akan membantu mengurus uang muka pembuatan e-KTP. Oka yang dikenal Novanto sebagai pengusaha rupanya memiliki koneksi ke industri perbankan, sehingga dapat memberikan pinjaman modal untuk uang muka proyek tersebut.

Akibat kehabisan dana pula, jatah fee Novanto yang semula 11 persen, terpaksa harus dipangkas menjadi 5 persen atau setara USD7,3 juta atau setara Rp97 miliar dan arloji mewah Richard Mille senilai USD135 ribu atau setara Rp1,8 miliar.

2. Minta restu Setya Novanto

Editorial Team

Tonton lebih seru di