Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, mengkritisi rencana pembelian 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 bekas yang dibeli dari Angkatan Udara Qatar. Menurut Syarief, sebaiknya rencana tersebut dibatalkan.
Hal itu lantaran usia jet tempur Mirage 2000-5 bekas sudah tua, sehingga tidak optimal untuk bisa menjaga wilayah udara Indonesia. Apalagi alutsista tua membutuhkan biaya pemeliharaan dan perawatan yang cukup mahal.
"Saya sudah menyampaikan di banyak kesempatan, agar dilakukan evaluasi kritis terhadap rencana pembelian jet tempur Mirage 2000-5. Kebijakan impor itu akan membebani keuangan negara di masa depan. Biaya pemeliharaan dan perawatan adalah komponen biaya yang juga perlu untuk dipertimbangkan. Apalagi, teknologi pesawatnya juga sudah ketinggalan," ungkap Syarief dalam keterangan tertulis yang dikutip, Senin (10/7/2023).
Selain itu, Qatar membeli jet tempur Mirage 2000-5 dari Prancis pada 1997. Pesawatnya pun, kata Syarief, sudah di-grounded sejak dua tahun lalu oleh AU Qatar.
Alih-alih membeli bekas, Syarief mendorong sebaiknya jet tempur yang dibeli dalam kondisi baru. Sebab, karakteristik ruang udara di Indonesia menuntut pesawat baru dan bisa bertahan lama.
Apalagi nilai kontrak pembelian jet tempur bekas itu mencapai 800 juta dolar AS atau setara Rp12 triliun. Sebaiknya anggaran yang ada, kata Syarief, digunakan untuk pembelian pesawat baru atau perawatan alutsista yang sudah ada.
Di sisi lain, 12 jet tempur bekas itu baru tiba di Tanah Air 24 bulan kemudian setelah kontrak diteken pada 31 Januari 2023. Estimasi ketibaan jet tempur Mirage 2000-5 itu hanya selisih satu tahun dengan datangnya unit pertama jet tempur Rafale yakni pada 2026.