Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Suasana Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat setelah adanya pembatalan pembatasan waktu operasional yang disebut imbas dari efisiensi pada Sabtu (8/2/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Suasana Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat setelah adanya pembatalan pembatasan waktu operasional yang disebut imbas dari efisiensi pada Sabtu (8/2/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Intinya sih...

  • Tantangan membangun budaya bacaSyarif menilai, ada sejumlah tantangan harus segera diatasi agar kebijakan membaca dan membuat resensi bisa berjalan di lapangan.

  • Dorong pemerintah berikan insentif bagi penerbit lokal dan subsidi buku anakIa mendorong pemerintah memberikan insentif bagi penerbit lokal, termasuk subsidi buku anak, penguatan distribusi daerah, serta percepatan digitalisasi perpustakaan sekolah.

  • Budaya baca hasil investasi terhadap akses bukuBudaya baca tidak lahir tiba-tiba, melainkan hasil investasi besar pada akses buku, perpustakaan, dan pendampingan literasi yang konsisten.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB, Habib Syarif Muhammad, menyoroti rendahnya akses terhadap buku bermutu bagi sebagian besar siswa, terutama di daerah 3T. Minat baca peserta didik tidak akan tumbuh jika buku yang tersedia sangat terbatas.

“Banyak sekolah belum punya perpustakaan layak, harga buku masih mahal, dan distribusi ke daerah terpencil belum merata. Pemerintah harus menjadikan akses terhadap buku bermutu sebagai prioritas,” kata Syarif kepada wartawan, Jumat (21/11/2025).

1. Tantangan membangun budaya baca

Perpustakaan Nasional RI (https://smartcity.jakarta.go.id/)

Syarif menilai, ada sejumlah tantangan harus segera diatasi agar kebijakan membaca dan membuat resensi bisa berjalan di lapangan.

Tantangan tersebut meliputi keterbatasan infrastruktur perpustakaan sekolah, kesiapan guru dalam membimbing proses literasi, serta ketimpangan akses digital untuk pemanfaatan buku elektronik.

“Guru harus dibekali metode memilih buku sesuai usia, cara mendampingi siswa membaca, hingga membimbing pembuatan resensi. Tanpa itu, kebijakan ini bisa berubah menjadi sekadar beban administratif,” kata dia.

2. Dorong pemerintah berikan insentif bagi penerbit lokal dan subsidi buku anak

Suasana Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat setelah adanya pembatalan pembatasan waktu operasional yang disebut imbas dari efisiensi pada Sabtu (8/2/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Ia juga mendorong pemerintah memberikan insentif bagi penerbit lokal, termasuk subsidi buku anak, penguatan distribusi daerah, serta percepatan digitalisasi perpustakaan sekolah melalui platform buku digital nasional yang mudah diakses siswa.

Selain itu, Syarif menilai peran masyarakat juga penting dalam membangun budaya baca. Orang tua juga harus berkontribusi dengan menyediakan waktu membaca bersama anak dan meminimalkan ketergantungan anak terhadap gawai.

"Komunitas literasi juga didorong memperluas gerakan membaca dan membuat kelas resensi untuk siswa,” kata Legislator Fraksi PKB itu.

3. Budaya baca hasil investasi terhadap akses buku

Suasana Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat setelah adanya pembatalan pembatasan waktu operasional yang disebut imbas dari efisiensi pada Sabtu (8/2/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Syarif juga mengatakan, budaya baca tidak lahir tiba-tiba, melainkan hasil investasi besar pada akses buku, perpustakaan, dan pendampingan literasi yang konsisten. Ia pun mencontohkan praktik baik yang telah berlangsung lama di negara-negara maju, seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan.

“Kita mendukung penuh kebijakan Menteri, tetapi dukungan ini harus nyata dalam bentuk perbaikan ekosistem literasi. Jika akses buku diperbaiki dan guru dibekali kemampuan, maka kewajiban membaca bukan hanya mungkin diterapkan, tetapi bisa menjadi tonggak lahirnya generasi berdaya baca tinggi,” tuturnya.

Syarif mendukung penuh rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Muti yang akan mewajibkan siswa SD hingga SMA membaca buku dan menuliskan resensi.

Kebijakan membaca buku merupakan langkah strategis untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi peserta didik yang selama ini menjadi tantangan besar dalam pendidikan nasional

“Wajib membaca dan membuat resensi adalah langkah tepat. Ini bukan sekadar tugas tambahan, tetapi upaya membangun kemampuan berpikir kritis dan menumbuhkan budaya literasi sejak dini,” ujar dia.

Editorial Team