Anies Sebut Perlu Reformasi Pembiayaan Parpol untuk Cegah Korupsi

Jakarta, IDN Times - Calon Presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan mengatakan, kebijakan negara tidak ada yang konsisten lantaran tidak adanya reformasi terkait pembiayaan partai politik. Selama ini, kata Anies, hal tersebut belum diatur dan tidak disiapkan dukungan pendanaan. Maka, beban biaya tersebut harus ditanggung oleh orang-orang yang berada di dalam proses politik.
"Jadi, apa yang kemudian terjadi? Biaya yang senyatanya ada, kita semua seakan-akan tutup mata, tidak mau tahu ada atau tidak. Pokoknya yang penting jalan. Beban itu akhirnya ada pada siapa? Ada pada pengurus DPW (Dewan Pengurus Wilayah), DPC (Dewan Perwakilan Cabang), DPD (Dewan Perwakilan Daerah), semua punya beban. Bagaimana menjalankan kegiatan organisasi itu dengan baik. Inilah yang perlu reformasi," ungkap Anies di sela-sela acara Annual US-Indonesia Investment Summit 2023, Rabu (25/10/2023), di Jakarta Pusat.
Salah satu contoh reformasi yang bisa dilakukan oleh negara antara lain, negara membiayai sebagian atau sepenuhnya operasional partai politik yang ada di Tanah Air. Menurut Anies, diskusi tersebut harus dilakukan.
"Tapi, jangan sampai problem ini tidak menjadi perhatian. Ketika tidak menjadi perhatian, maka beban tersebut akan muncul ke anggota dewan, DPRD Kabupaten, Provinsi, di mana nanti efeknya akan terasa hingga ke APBN, APBD," kata dia.
1. Anies sebut RI belum punya kebijakan pembiayaan partai politik
Lebih lanjut di forum tersebut, Anies menilai pembiayaan partai politik atau pemilu oleh publik sudah banyak dilakukan di negara-negara demokrasi lain di seluruh dunia. Mereka membiayai pemilu melalui banyak cara.
"Sementara, di Indonesia, kita belum menyentuh isu tersebut dan belum direformasi. Saya rasa itu salah satu kunci kebijakan yang perlu direformasi dan diimplementasikan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Ia mewanti-wanti bila kebijakan pembiayaan parpol tidak segera diterapkan, maka kebijakan publik ke depan akan kerap tidak konsisten. Sebab, kepentingan politik selalu didahulukan dibanding kepentingan publik.
Anies juga menyebut, penelitian terkait negara-negara berpenghasilan menengah. Menurutnya, negara-negara tersebut terjebak dalam penghasilan menengah karena institusi politik menghasilkan kebijakan publik yang tidak mencerminkan kepentingan publik.
"Kebijakan yang dihasilkan cenderung lebih memihak segelintir orang dii dalam parpol dan sekelompok orang di pemerintahan. Itu sebabnya, sejumlah negara terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah," tutur dia lagi.