Jakarta, IDN Times - Aplikasi SMART Pakem (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) yang diluncurkan Kejaksaan Tinggi DKI pada Kamis (22/11) berpotensi menimbulkan polemik bahkan konflik di masyarakat.
Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) pada Minggu (25/11) menyebut ada beberapa informasi pada fitur aplikasi itu yang dapat membuat pemeluk satu aliran kepercayaan dipojokan oleh masyarakat lainnya.
IDN Times telah mengunduh aplikasi tersebut di Google Playstore. Di sana terdapat enam fitur, yakni keagamaan, kepercayaan, ormas, undang-undang dan laporan.
Untuk fitur terakhir yakni laporan, rencananya dapat memuat laporan masyarakat terhadap aliran dan kepercayaan tertentu. Sedangkan di dalam fitur keagamaan, terdapat beberapa informasi seperti Kerajaan Tuhan Eden, Gafatar, Wahabi, Ahmadiyah, Syi'ah, Yayasanal, Ahlulbait dan Jamaah Annazir. Delapan aliran tersebut tertulis dengan status 'tidak aktif' di dalam fitur tersebut.
Sementara, untuk fitur kepercayaan, terdapat 15 data seperti Paguyuban Penghayat Kapitayan, Wisma Tata Naluri hingga Forum Sawyo Tunggal. Dari beragam kepercayaan itu ada yang statusnya masih aktif tetapi ada juga yang tidak aktif.
Namun, dalam pandangan YLBHI, aplikasi tersebut justru tidak terlalu dibutuhkan saat ini.
"Dengan kondisi saat ini, adanya aplikasi tesebut justru akan memicu peningkatan konflik di antara masyarakat dan membuat individu atau kelompok atau individu penganut agama atau keyakinan yang dituduh semakin rentan keselamatannya, baik jiwa atau harta bendanya," ujar YLBHI dalam keterangan tertulis mereka pada Minggu kemarin.
Lalu, apa tanggapan Kejati soal keberatan dari masyarakat sipil terhadap aplikasi itu?