Ilustrasi warga binaan di Lapas. IDN Times/Patiar Manurung
Dari penelusuran IDN Times, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 tahun 2010 menjelaskan tentang, penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Berikut isi selengkapnya.
1. Bahwa dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang Narkotika, maka dianggap perlu untuk mengadakan revisi terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 07 Tahun 2009 tanggal 17 Maret 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika ke Dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi.
2. Bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :
a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan;
b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas ditemukan barang bukti pemakaian I (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :
1. Kelompok metamphetamine (shabu) :1 gram
2. Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir
3. Kelompok Heroin : 1,8 gram
4. Kelompok Kokain : 1,8 gram
5. Kelompok Ganja : 5 gram
6. Daun Koka : 5 gram
7. Meskalin : 5 gram
8. Kelompok Psilosybin : 3 gram
9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram
10. Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram
11. Kelompok Fentanil : 1 gram
12. Kelompok Metadon : 0,5 gram
13. Kelompok Morfin : 1,8 gram
14. Kelompok Petidin : 0,96 gram
15. Kelompok Kodein : 72 gram
16.Kelompok Bufrenorfin : 32 mg
c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan permintaan penyidik.
d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim.
e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.
3. Dalam hal Hakim menjatuhkan pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas diri Terdakwa, Majelis Hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya. Tempat-tempat rehabilitasi yang dimaksud adalah :
a. Lembaga rehabilitasi medis dan sosial yang dikelola dan/atau dibina dan diawasi oleh Badan Narkotika Nasional.
b. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta.
c. Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkes RI).
d. Panti Rehabilitasi Departemen Sosial RI dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
e. Tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang mendapat akreditasi dari Departemen Kesehatan atau Departemen Sosial (dengan biaya sendiri).
4. Untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi, Hakim harus dengan sungguh- sungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan Terdakwa, sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1(satu) bulan.
b. Program Primer : lamanya 6 (enam) bulan.
c. Program Re-Entry : lamanya 6 (enam) bulan.