Jakarta, IDN Times - Sejak akhir pekan lalu publik dihebohkan dengan draf peraturan presiden mengenai pemenuhan kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan TNI. Di dalam rancangan perpres yang beredar ke publik pada pekan lalu tertulis, Kemhan akan mengajukan anggaran US$104.247.117.280 atau setara Rp1.760 triliun untuk pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Dalam dokumen setebal delapan halaman itu, tertulis anggaran akan diperoleh dari pinjaman luar negeri. Periodenya jangka menengah, 2020-2024. Menurut analis pertahanan dan akademisi dari Universitas Pertahanan Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie, berdasarkan keterangan di draf perpres, anggaran yang besar tersebut harus diserap pada Renstra (Rencana Strategi) pada 2020-2024.
Menurut Connie, Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf di masing-masing matra TNI belum mengetahui adanya pengajuan anggaran demikian besar.
"Buat saya ini sebuah revolusi pertahanan, tiba-tiba (buat perencanaan) demikian besar. Sekarang kan sudah masuk ke dalam bulan keenam 2021. Berarti, kan tersisa 2,5 tahun untuk menghabiskan segini banyak uang," ungkap Connie ketika dihubungi, Minggu, 30 Mei 2021.
Connie menjelaskan pengadaan alutsista dengan anggaran demikian besar bersumber dari pengadaan luar negeri atau lazim disebut kredit ekspor. Dia mengatakan untuk bisa melakukan pinjaman luar negeri, dibutuhkan persetujuan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Nah, sekarang pertanyaannya selanjutnya dalam waktu yang demikian singkat, alat-alat apa yang akan masuk (ke Indonesia)?" tanya dia.
Menurut Connie, berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 mengenai industri pertahanan, melarang pemerintah membeli alutsista bekas. Sementara, dalam kurun dua tahun, tidak mungkin bisa membeli kapal selam baru hingga kendaraan tempur.
Lalu, apakah rencana pengadaan anggaran senilai Rp1.760 triliun itu sudah diketahui anggota Komisi I DPR?