Chair of B20 Indonesia, Shinta Kamdani. (Dok. Istimewa)
Sementara itu, Chair of B20 Indonesia Shinta Kamdani sebelum memberikan sambutan di acara Dialog B20-G20, juga memberikan penjelasan mengenai B20 kepada mahasiswa dari 35 kampus PTN-PTS yang berada di DIY.
Seperti diketahui, pendidikan menjadi salah satu isu penting dalam agenda B20-G20 Indonesia. Indonesia memiliki agenda prioritas bidang pendidikan, seperti pendidikan berkualitas untuk semua, teknologi digital dalam pendidikan, dan masa depan dunia kerja pasca-COVID-19.
Karena itu, perguruan tinggi atau kampus merupakan salah satu pilar penting dalam menyukseskan agenda B20-G20 Indonesia, terutama soal kemitraan dan kolaborasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan global, termasuk dalam hal akses pendidikan yang berkualitas.
Shinta juga menjelaskan B20, Indonesia bertugas merumuskan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah melalui 6 task forces dan 1 action council yang dipimpin CEO dari berbagai perusahaan terkemuka di Indonesia dan didukung oleh Co-Chairs dari negara-negara G20.
“B20 Indonesia memiliki legacy yang merupakan upaya kolaboratif berkelanjutan negara-negara G20 guna memecahkan tantangan global dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Ada enam legacy yang disiapkan, antara lain Carbon Center of Excellence, Global Blended Finance Alliance, B20 Wiki, One Global Women Empowerment, digitally enabled 'Always On' global pathogen monitoring system, serta global One Shot campaign,” ujarnya.
Adapun saat memberikan sambutan di dialog B20-G20, Shinta menjelaskan mengenai gambaran dunia bisnis dan industri di masa depan, termasuk soal sektor ketenagakerjaan yang selama pandemik sekitar 25 persen bergeser, dari awalnya bekerja secara manual menjadi digital atau otomasi.
Menurutnya, jika tidak segera beradaptasi dengan pergeseran ini, sektor tenaga kerja akan mengalami krisis yang luar biasa.
“Persoalan kedua, soal kesenjangan pengetahuan literasi Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) antara negara maju dan berkembang. Padahal, ini kunci dalam menghadapi masa depan yang saat ini digerakkan oleh IPTEK, utamanya digitalisasi. Jika ini tidak segera dicarikan solusi, sebagian besar populasi dunia akan kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi di pasar kerja global,” terang Shinta.
Persoalan ketiga soal terbatasnya akses perempuan untuk mendapatkan kesempatan yang sama di tempat kerja. Hal ini juga terkait oleh diskriminasi terhadap perempuan di institusi pendidikan, di mana lebih dari 16 juta anak perempuan tidak mendapat akses pendidikan.
Jika B20 tidak segera memberikan jalan keluar, dunia akan kehilangan potensi tenaga kerja berbakat yang signifikan dari kaum perempuan yang dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi global.
“B20 menyiapkan dua legacy yang mendukung rekomendasi kebijakan yang dirumuskan FOWE TF untuk menciptakan peluang baru dan meningkatkan inklusivitas dalam pekerjaan dan pendidikan di masa depan. Pertama B20 Wiki, platform yang meningkatkan UMKM generasi berikutnya ke rantai pasokan global melalui Wiki Learn, Wiki DO dan Wiki Scale. Ini sejalan dengan tujuan jangka panjang, membantu menciptakan wirausaha dan mempercepat penciptaan lapangan kerja,” kata Shinta.
Kedua, lanjut Shinta, One Global Women Empowerment (OGWE) yang merupakan inisiatif global baru yang dirancang untuk meningkatkan dukungan dan memberdayakan perempuan dalam bisnis dan karier.
OGWE fokus pada literasi digital dan kemampuan kepemimpinan perempuan serta menciptakan lingkungan kerja yang aman dan adil.