Ilustrasi ASEAN. (setnas-asean.id)
Lebih lanjut, Aminudin menegaskan, penggunaan Bahasa Indonesia lebih banyak dari Melayu. Dia mengatakan, ada sejumlah orang di luar negeri belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia.
"Kalau untuk yang Bahasa Melayunya, itu tersebarnya hanya di Malaysia, Singapura sebagian, kemudian Brunei, sementara Bahasa Indonesia selain di wilayah Indonesia, juga di wilayah Thailand selatan itu mereka bicara Bahasa Indonesia, karena kan kami mengajarkan kepada mereka bahasa Indonesia melalui program DIPA," katanya.
"Kemudian di Kamboja, di Vietnam, di Timor Leste kita punya puluhan guru di situ, kemudian muridnya bukan hanya seratus dua ratus, muridnya ribuan. Kemudian di wilayah yang lain, di negara-negara Eropa, Australia, di Amerika, kita mengajarkan DIPA, tidak ada yang mengajarkan secara khusus bahasa Melayu," sambungnya.
Aminudin mengatakan, yang lebih cocok menjadi bahasa resmi ASEAN adalah Bahasa Indonesia. Sebab, jumlah penutur bahasanya lebih banyak.
"Kalau Malaysia mengatakan, ada penutur Bahasa Melayu 300 juta, dari mana mereka punya 300 juta, pasti itu lebih banyak orang Bahasa Indonesia. Penduduk Indonesia saja sudah 270 jutaan kan," ujarnya.
Dia kemudian menyebut terdapat 70 juta orang belum bisa bicara Bahasa Indonesia. Mereka yang dikesampingkan itu adalah balita dan orang yang berada di daerah terdepan, terpencil, tertinggal (3T) yang belum mendapatkan pendidikan Bahasa Indonesia.
"Berarti kalau Malaysia mengklaim ada 300 juta di ASEAN, itu berarti 200 jutanya Indonesia," imbuhnya.