Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Laksamana Madya TNI Irvansyah mengatakan pendekatan insiden di Laut Natuna Utara tidak bisa saling keras di tengah laut. Itu pula strategi yang digunakan oleh Bakamla ketika dua kali memergoki kapal penjaga perbatasan pantai China di wilayah yurisdiksi Indonesia pada Oktober 2024 lalu. Bahkan, pada insiden 21 Oktober 2024, kapal coast guard China berani mengganggu kegiatan survei dan pengolahan data seismik 3D Arwana di Laut Natuna Utara.
"Kita harus diskusi, harus bicara. Tidak boleh melotot-melotot di tengah laut. Tidak boleh kita keras-kerasan di sana," ujar Irvansyah usai memimpin HUT ke-19 Bakamla, di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat pada Selasa (14/1/2025).
Ia mengatakan pihaknya sudah berbicara dengan Duta Besar China terkait konflik tumpang tindih di Laut China Selatan. Indonesia diketahui bukan merupakan pihak yang memiliki klaim tumpang tindih dengan sembilan garis putus-putus versi China.
"Yang saya sampaikan dengan Dubes ketika itu, memang kita masalah dalam pengamanan laut di Laut Natuna Utara. Kalau kita tidak pernah ketemu, saya kira tidak mungkin bisa menyelesaikan apa-apa," tutur dia.