Ilustrasi demo pengesahan RUU PKS (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Dalam forum yang sama, anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar, Adde Rosi, mengingatkan agar masalah kekerasan seksual sedarah atau incest juga diatur dalam RUU PKS.
Rosi menjelaskan, pengaturan hukuman terkait kasus kekerasan seksual incest di KUHP masih kurang memadai, karena masuk dalam kategori delik pencabulan, atau bukan delik pemerkosaan.
"Dalam KUHP selama ini lebih masuk delik pencabulan dibanding perkosaan dan persetubuhan," kata Rosi.
Padahal, kata dia, cara-cara perbuatan incest justru sering terjadi dengan cara persetubuhan. Akibatnya, pasal yang digunakan tentu terlalu menguntungkan para pelaku, padahal incest dengan perkosaan tentu lebih berat ketimbang pencabulan," dia menambahkan.
Menurut Rosi, banyak kasus incest justru terjadi tidak hanya dalam hubungan sedarah antara anak dan orang tua. "Justru terjadi di luar hubungan darah orang tua anak, misal cucu dengan kakek, paman keponakan, dan lain sebagainya," ujarnya.
Lebih lanjut Rosi mengapresiasi draf RUU PKS yang menambahkan alat bukti baru selain dari 5 alat bukti yang sudah ada dalam KUHP. Dengan adanya tambahan alat bukti baru berupa surat psikologi, dapat semakin memberi titik terang dalam proses penegakan hukum kepada korban.
"Sekarang dimasukkan satu alat bukti baru yaitu surat keterangan psikologi," ucap Rosi.