Jakarta, IDN Times - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengaku tidak tahu, dari mana wacana untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode berembus. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu malah mengatakan, lebih banyak mudarat ketimbang manfaat yang bakal diperoleh publik bila masa jabatan presiden ditambah.
"Jadi, sebaiknya hentikan menggoreng atau menggulirkan wacana seolah-olah kami ingin menambah periodisasi (masa jabatan presiden) sehingga menjadi tiga periode. Kita harus ingat sejarah, bahwa (masa jabatan presiden) dua periode sudah paling tepat," ujar Bamsoet di dalam diskusi virtual dengan topik 'Presiden Tiga Periode: Antara Manfaat dan Mudarat' yang digelar, Senin (13/9/2021).
Namun, politikus Partai Golkar itu tak menampik bila amandemen UUD 1945 secara terbatas tetap dibutuhkan. Khususnya yang menyangkut arah pembangunan negara yang kemudian dikenal sebagai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Ia mengatakan, PPHN merupakan rekomendasi dari MPR yang telah diajukan sejak 2009 lalu.
Kemudian, Badan Pengkajian MPR melakukan kajian terkait substansi dan bentuk hukum PPHN. Akhirnya, hasil kajian itu dilaporkan pada 18 Januari 2021 lalu ke MPR.
"Salah satu isi laporan pengkajian soal bentuk hukum yakni melalui satu ketetapan MPR, kedua melalui UUD 1945 dan ketiga, cukup hanya melalui UU," kata dia lagi.
"Tetapi, Badan Kajian juga menyampaikan idealnya PPHN dimasukan ke dalam Tap MPR. Bila itu yang disepakati, maka harus dilakukan amandemen terbatas," ungkapnya.
Apakah publik bisa memegang janji Bamsoet bahwa amandemen terbatas UUD 1945 tidak akan ikut mengubah soal masa jabatan presiden?