Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin (IDN Times/Rochmanudin)
Diberitakan sebelumnya, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Ujang Komarudin mengatakan kehadiran oposisi sangat penting. Oposisi diperlukan untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap pemerintah. Namun minimnya jumlah oposisi dibanding koalisi, lanjutnya, bisa membuat pemerintah menjadi dominan atau memunculkan 'kepentingan'.
"Nah kalau oposisinya minimalis, kalau oposisinya meninggalkan dua kekuatan partai politik yaitu PKS dan Partai Demokrat saja, artinya itu koalisi pemerintah dominan," kata Ujang, Senin (30/8/2021).
"Tidak ada kontrol, tidak ada pengawasan dari partai oposisi. Oleh karena itu tidak ada check and balances itu, tidak ada keseimbangan kekuasaan itu, tidak ada kontrol dan pengawasan dari oposisi itu. Ini yang berbahaya dari konteks berdemokrasi, gitu," dia menambahkan.
Senada dengan Ujang, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan komposisi oposisi dan koalisi pemerintahan tidak seimbang. Minimnya jumlah oposisi dia nilai menjadikan pengawasan lebih sulit dilakukan.
Meski jumlah oposisi dari parpol sedikit, Hendri ingin masyarakat harus optimis. Pengawasan, sambung dia, tetap bisa dilakukan. Dia lalu mengatakan masih ada pihak di luar parpol yang bisa menjadi oposisi, yakni media massa, civil society, dan masyarakat.
"Jadi gak apa-apa, ya mungkin inilah ujian dari rakyat Indonesia untuk terus memantau terjadinya atau penyelenggaraan pemerintahan, dan menjadi pengawas pengawasan pemerintahan secara langsung tanpa melalui wakil-wakilnya di DPR, gitu," ucap Hendri.