Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Banjir Sumatra, Dino Patti Djalal: Ambil Pengalaman Tangani Tsunami
Founder FPCI Dino Patti Djalal. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Intinya sih...

  • Kepemimpinan presiden sangat dibutuhkan: Presiden harus memberikan arahan dalam situasi darurat, pemerintah perlu menyiapkan rencana kontingensi untuk jumlah korban yang terus bertambah, tahapan pascabencana kerap lebih berat dan memerlukan perhatian khusus

  • Koordinasi nasional dan pentingnya komando terpadu: Diperlukan satu panglima operasional di bawah presiden untuk penanganan lintas provinsi, bencana banjir bandang dan longsor di Sumatra harus ditetapkan sebagai bencana nasional

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal menyampaikan sembilan rekomendasi penting terkait penanganan bencana banjir bandang dan longsor di tiga provinsi di Sumatra. Ia menilai banyak pengalaman dari penanganan tsunami Aceh 2004 yang relevan untuk kondisi saat ini.

“Dalam menangani bencana banjir bandang dan longsor di tiga provinsi di Sumatra, sebenarnya banyak pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman kita menangani bencana tsunami di tahun 2004,” ujarnya dalam video yang diunggah di akun media sosialnya, Jumat (5/12/2025).

Dino mengingat bagaimana ia berada langsung di sisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat masa krisis tersebut dan melihat langsung bagaimana penanganan bencana berskala besar mesti dilakukan. Dino kala itu merupakan juru bicara kepresidenan era SBY.

Ia menilai, situasi yang berkembang cepat di Sumatra saat ini menuntut strategi yang terencana, kepemimpinan yang kuat, serta koordinasi lintas instansi yang konsisten. Menurutnya, banyak masalah besar dalam bencana justru muncul setelah banjir surut, bukan hanya saat kejadian.

1. Kepemimpinan presiden sangat dibutuhkan

Presiden Prabowo meninjau Posko Pengungsian Desa Bambel Baru, Kabupaten Aceh Tenggara, pada Senin (1/12/2025) (dok. Sekretariat Presiden)

Dino memulai dengan menekankan pentingnya kepemimpinan presiden dalam situasi bencana berskala besar. Menurutnya, dalam kondisi darurat yang melanda tiga provinsi sekaligus, pejabat daerah bisa kewalahan, aparat kebingungan, dan masyarakat mengalami keputusasaan.

“Di titik itulah, semua pihak menunggu arahan dari otoritas tertinggi,” katanya.

Ia mencontohkan bagaimana SBY saat itu turun langsung ke Aceh pada 2004 dan berkantor selama berhari-hari di Yogyakarta setelah gempa 2006. Strategi ini, menurutnya, sangat efektif dalam menunjukkan solidaritas sekaligus memastikan komando berjalan tanpa hambatan.

Dino kemudian mengingatkan agar pemerintah tidak terlalu bergantung pada laporan awal jumlah korban. Ia menyebutkan pada hari pertama tsunami Aceh, laporan awal hanya mencatat 50 korban meninggal, padahal angka sebenarnya mencapai sekitar 150 ribu.

Ia memperkirakan, jumlah korban di Sumatra masih akan terus bertambah dan pemerintah harus menyiapkan rencana kontingensi. Ia juga menyoroti tahapan pascabencana yang kerap lebih berat.

Berdasarkan pengalaman bencana tsunami, penyebaran penyakit terjadi cepat karena banyaknya jenazah yang belum tertangani. Di Sumatra, ia memperingatkan, fase tiga hingga empat minggu ke depan akan menjadi masa paling menentukan.

2. Koordinasi nasional dan pentingnya komando terpadu

Presiden Prabowo dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi meninjau posko bencana banjir di Padang. (Dok. KemenPPPA)

Dino menilai, penanganan bencana lintas provinsi membutuhkan satu panglima operasional yang bekerja langsung di bawah presiden. Menurutnya, dalam situasi yang sangat dinamis, Kepala BNPB saja mungkin tidak cukup untuk mengendalikan keseluruhan operasi.

Ia mengingat bagaimana Mayjen Bambang Darmono menjadi panglima lapangan yang efektif pada penanganan tsunami dan gempa Yogyakarta. Ia juga mendorong pemerintah menetapkan bencana banjir bandang dan longsor di Sumatra sebagai bencana nasional, sehingga semua sumber daya negara dapat digerakkan secara penuh dalam satu hingga dua bulan ke depan.

“Jadikan bencana banjir bandang dan longsor di Sumatra ini sebagai bencana nasional. Harus ada perhatian total dari pemerintah untuk penanganan bencana dalam 1 atau 2 bulan ke depan. Jadikan juga ini momen bagi bangsa kita untuk bersatu dalam duka dan dalam aksi solidaritas,” tegasnya.

Dalam poin berikutnya, Dino menekankan pentingnya komunikasi publik harian yang dilakukan dari lapangan, bukan Jakarta. Ia memperingatkan, komunikasi yang tidak seragam akan menghasilkan informasi simpang siur yang merugikan masyarakat. Pemerintah, katanya, perlu menunjuk juru bicara yang kompeten dan dipercaya publik.

Ia juga menegaskan para menteri tidak perlu terlalu fokus pada aktivitas seremonial di lokasi bencana. Yang lebih penting adalah menggelar rapat koordinasi harian, bahkan dua kali sehari, dan berada di lapangan sesering mungkin untuk memastikan situasi terkendali.

3. Perpanjangan tanggap darurat

Kondisi Kabupaten Aceh Tamiang pascabanjir. (Dokumentasi warga untuk IDN Times)

Dino mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru mengakhiri masa tanggap darurat. Pada penanganan tsunami, status tersebut diperpanjang berkali-kali sesuai dinamika lapangan.

Untuk kasus Sumatra, pemerintah harus menyiapkan kriteria jelas sebelum menetapkan masa rehabilitasi. Ia juga memperkirakan, bantuan internasional untuk bencana Sumatra tidak akan sebesar saat tsunami Aceh.

Dengan demikian, kebutuhan dana untuk rehabilitasi akan sangat besar dan sebagian besar harus ditanggung APBN. Dino menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang rencana anggaran tahun depan, termasuk kemungkinan mengalihkan sebagian anggaran pertahanan yang direncanakan naik menjadi Rp335 triliun.

“Saya yakin para patriot di TNI dan Kementerian Pertahanan tidak akan keberatan selama ini dilakukan untuk membantu rakyat kita yang sedang kesulitan,” kata Dino.

Sementaa itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 867 korban meninggal dunia dan 521 orang masih hilang akibat banjir bandang dan longsor di Sumatra.

Rinciannya sebagai berikut:

  • Sumatra Utara: 312 meninggal, 133 hilang

  • Aceh: 345 meninggal, 174 hilang

  • Sumatra Barat: 210 meninggal, 214 hilang

BNPB juga melaporkan total 849.093 pengungsi di tiga provinsi, bekerja sama dengan posko utama masing-masing daerah. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, memastikan operasi pencarian dan pertolongan masih terus berlangsung dengan penambahan temuan jenazah setiap hari.

Editorial Team