Kerupuk kulit. (instagram.com/yohanes.cahya)
Sadar perlunya variasi produk, pada 2011 Zetria pun berinovasi dengan mengembangkan kerupuk balado khas Minang. Produk olahan kerupuk yang ditekuninya itu kini menjadi salah satu oleh-oleh khas Minang. Produk tersebut banyak dititipkan di warung-warung kecil, minimarket, serta pusat oleh-oleh di Padang dan daerah sekitarnya.
Dalam sehari dia mampu memproduksi hingga 10 ribu bungkus kerupuk kulit dan kerupuk balado. Harganya bervariasi, mulai dari Rp1000-an per bungkus, hingga sekitar Rp40.000 per bungkusnya.
Berkat keuletan dan kegigihannya, kini Zetria bisa meraih omzet mencapai Rp200 juta per bulan. Menurutnya, keuntungan tersebut masih bisa bertambah ketika permintaan sedang ramai.
Lebih lanjut Zetria mengungkapkan, situasi pandemik COVID-19 saat ini tidak terlalu berdampak pada usahanya. Namun, menurutnya, yang menjadi tantangan adalah ketersediaan bahan baku kulit sapi. Ia mengaku kerap mengalami kesulitan ketika bahan baku kulit sapi jarang beredar di pasaran. Kalaupun ada, kualitasnya pun kurang sesuai harapan.