Fahri pun berpesan agar kasus korupsi e-KTP haruslah fokus pada kerugian negara. Jika hanya mempermasalahkan penyebutan nama-nama, hanya akan membuat kredibilitas kasus e-KTP menjadi tidak penting lagi.
“Sensasi ini diciptakan terus. Seolah-olah kredibilitas dari e-KTP itu menjadi tidak penting. Kredibilitas dari projek single identity number, jadi tidak penting,” ujar Fahri yang juga namanya turut disebut-sebut dalam kasus ini oleh mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
Penyebutan nama-nama tersebut dianggap Fahri tidak ada manfaatnya untuk rakyat Indonesia. “Manfaatnya paling cuma buat KPK. Buat gagah-gagahan kan? Wah ada nama baru, nih. Wah sekarang mulai berani nih nyebut nama pak Pram, mba Puan nih. Gitu-gitu doang dari dulu,” kata dia.
Sementara, PDIP membantah kedua elite partainya terlibat kasus e-KTP. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah tuduhan Novanto terhadap ketiga elite partainya.
"Apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit," kata dia, Rabu (21/3).
Hasto mengatakan Setya Novanto cenderung menyeret sebanyak mungkin nama dalam kasus EKTP demi menyandang status justice collaborator.
"Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan," katanya.
Hasto mengatakan partainya meminta Menteri Dalam Negeri saat Itu, Gamawan Fauzi, memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP.
“Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan tersebut pada awal kampanyenya menjanjikan 'Katakan TIDAK pada korupsi'," kata Hasto.