Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menanggapi peringatan keras DKPP terhadap Ketua KPU RI terkait pencalonan Gibran Rakabuming. (IDN Times/Amir Faisol)
Bagja menyampaikan bahwa sesuai dengan rekomendasi pengawas luar negeri Kuala Lumpur, pemungutan suara metode pos dinilai bermasalah sejak proses pencocokan dan penelitian (coklit).
Adapun dalam proses coklit yang dilakukan oleh PPLN Kuala Lumpur, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen dari total sekitar 490 ribu pemilih di Kuala Lumpur yang tercoklit. Akibatnya, pemilihan di sana mengalami banyak kendala. Termasuk, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Padahal pemilih DPK diperuntukkan untuk mereka yang tidak masuk daftar pemilih.
“Basis DPT itu seharusnya pemutakhiran data pemilih apakah yang bersangkutan tinggal di situ atau tidak. Kalau tidak tinggal di situ ya jadi masalah karena itu data tahun 2019 yang dimutakhirkan seharusnya, tapi rupanya misalnya temuan kita di lapangan ada yang nomor paspornya nomor paspor lama baru bisa dia masuk DPT,” ungkap Bagja.
“PPLN memperbarui tapi tidak sebesar 490 ribu dalam coklitnya. Itu temuan kami di lapangan. Jadi ada permasalahan itu. Jadi ada 490 ribuan kan kalau enggak salah DPT, hanya 68 ribu atau 64 ribu yang tercoklit,” lanjutnya.