Jakarta, IDN Times - Karier Muhammad Romahurmuziy atau yang akrab disapa Rommy di dunia politik belum tamat. Hal itu terbukti dengan surat keputusan dari DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengangkat Rommy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan PPP yang diteken pada 27 Desember 2022.
Surat penunjukkan itu lalu diunggah Rommy di akun media sosialnya pada Jumat pekan lalu.
"Ku terima pinangan ini dengan bismillah. Tiada lain kecuali mengharap berkah, agar warisan ulama ini kembali merekah. Ku terima amanah ini dengan innalillah, karena di setiap jabatan itu mengintai fitnah. Teriring ucapan la haula wa laa quwwata illa billah," tulis Rommy di akun media sosialnya.
Publik merespons positif unggahan Rommy itu, meski dulu mantan Ketum PPP itu pernah kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Surabaya, karena menerima suap terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Ia terjaring operasi senyap KPK pada Maret 2019. Lalu, pada Januari 2020, ia divonis dua tahun bui oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Selain dibui dua tahun, Rommy juga dijatuhi denda senilai Rp100 juta.
Namun, hukuman Rommy menjadi lebih ringan setelah Mahkamah Agung (MA) pada 2021 menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. PT justru memangkas vonis Rommy dari semula dua tahun menjadi satu tahun bui.
Penempatan Rommy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan adalah bagian proses penyusunan pengurus DPP PPP periode 2020-2025. Lalu, mengapa PPP malah memberikan jabatan struktur kepada kader eks narapidana kasus rasuah?