Jakarta, IDN Times - Ada fenomena unik usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (28/6) lalu. Setelah penyidik menangkap 5 orang termasuk dua jaksa yang bekerja di Kejati DKI Jakarta, pimpinan lembaga antirasuah malah menyerahkan dua orang dari korps Adhyaksa ke Kejaksaan Agung.
Keduanya diketahui Yadi Herdianto (Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta) dan Yuniar Sinar Pamungkas (Kasi Kamnegtibum TPUL Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta). Mereka ditangkap oleh penyidik KPK di dua lokasi berbeda.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyebut keterlibatan Kejaksaan Agung dalam OTT dengan KPK sebagai upaya kolaboratif atau sinergi. Hal ini baru terjadi sekali selama sejarah KPK berdiri.
Syarif menjelaskan upaya penindakan bersama merupakan sebagian dari cara KPK melakukan fungsi trigger mechanism.
"Maka KPK merasa perlu bekerja sama agar pencegahan dan pemberantasan korupsi bisa dikerjakan secara bersama-sama. Karena kan yang memiliki kewenangan untuk memberantas korupsi bukan KPK saja, tetapi juga kepolisian dan kejaksaan," kata dia.
Sementara, yang diproses oleh penyidik KPK adalah Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Agus Winoto. Ia diduga turut menerima suap untuk pengusutan perkara yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Namun, seolah sudah bisa ditebak, nasib ketiga jaksa itu berbeda. Usai mendatangi gedung KPK pada Jumat malam, Agus langsung ditahan oleh penyidik lembaga antirasuah. Sementara, dua jaksa yang penanganannya diambil alih oleh Kejaksaan Agung masih melengang bebas, lantaran statusnya masih menjadi saksi.
Lalu, berapa lama ancaman hukuman yang menghantui Jaksa Agus Winoto? Mengapa status dua jaksa yang ditangani oleh Kejaksaan Agung malah tetap saksi sementara keduanya ikut diciduk oleh KPK?