Jakarta, IDN Times - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia ikut angkat bicara soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta agar sisa tahapan Pemilu 2024 dihentikan.
Menurut mereka, sejak awal PN Jakpus seharusnya sudah menolak mengadili gugatan yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) pada 8 Desember 2022. Sebab, kata mereka, sesuai UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, sudah diatur sengketa pemilu diselesaikan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Jadi, majelis hakim seharusnya menolak gugatan Prima sejak awal, karena perkara tersebut bukanlah kompetensi PN untuk mengadili," ungkap BEM UI dalam keterangan tertulis Senin (6/3/2023).
Mereka mengutip UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 di Pasal 471 ayat (1), yang berbunyi "pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara pemilu sebagaimana yang dimaksud di dalam pasal 470 ke PTUN, dilakukan setelah upaya administratif di Bawaslu telah digunakan."
BEM UI pun menyadari dalih yang disampaikan Partai Prima bahwa gugatan yang diajukan ke PN Jakpus bukan tergolong sengketa pemilu, melainkan perbuatan melawan hukum (PMH) dan pelanggaran hak politik.
"Putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah dapat mengikat penggugat (Prima) dan tergugat (KPU), tidak dapat mengikat pihak lain," kata BEM UI.
Di sisi lain, mereka juga menyentil sikap KPU yang tidak mengikuti keputusan Bawaslu, agar memberikan kesempatan Partai Prima untuk memperbaiki penyampaian dokumen. Berdasarkan informasi yang diperoleh BEM UI, sistem informasi parpol Prima di beberapa daerah dikunci. Akibatnya, Prima tidak dapat memperbaiki data yang ada.
"Apabila gugatan Partai Prima beralasan dan dapat dibuktikan, maka seharusnya KPU dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Prima, tanpa harus mengganggu partai-partai lain dalam proses pemilu," ujarnya.
Lalu, mengapa BEM UI juga mendesak agar Presiden Joko "Jokowi" Widodo bersuara soal keputusan PN Jakpus ini?