Secara teknis, pemilih yang memperoleh kartu akan datang ke TPS. Di depan bilik disiapkan noken kosong. Jumlah noken yang digantung disesuaikan dengan jumlah pasangan calon. Setelah dipastikan semua pemilih dari kampung yang bersangkutan hadir di TPS, selanjutnya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan mengumumkan kepada pemilih, bahwa bagi pemilih yang mau memilih kandidat, baris di depan noken nomor urut satu. Begitu pun seterusnya.
Setelah pemilih berbaris atau duduk di depan noken, KPPS langsung menghitung jumlah orang yang berbaris di depan noken. Misalnya terdapat lima orang saja, maka hasil perolehannya adalah lima suara. Namun, jika semua pemilih dari TPS atau kampung yang bersangkutan baris di depan noken nomor urut dua, maka semua suara dari TPS atau kampung yang bersangkutan murni untuk nomor urut dua. Setelah itu, KPPS langsung membuat berita acara dan sertifikasi hasil perhitungan suara yang ditandatangani KPPS dan partai politik untuk pemilu.
Sistem noken ini dianggap sah jika noken digantungkan di kayu dan berada dalam area TPS. Pemilih yang hak suaranya dimasukkan dalam noken sebagai pengganti kotak suara harus datang ke lokasi TPS, tempat dia berdomisili, dan tidak dapat diwakilkan orang lain. Seusai pemungutan suara, harus dibuka dan dihitung di tempat itu dan surat suara itu harus dicoblos, tidak langsung dibawa seperti Pilkada sebelum-sebelumnya.
Sistem noken merupakan bagian dari kearifan lokal dalam demokrasi kemasyarakatan di Papua. Sistem ini telah disahkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009 sebagai budaya asli Papua.