Dalam perkembangannya, data GFW juga mengalami penyempurnaan, mengikuti kondisi yang dihadapi. Untuk itulah dibangun data set yang menggambarkan hanya sebaran hutan alam. Data set ini dinamai Primary Forest mask, dan data set itu yang kemudian dipakai untuk membedakan keberadaan hutan alam terhadap vegetasi lainnya yang memiliki tinggi lebih dari 5 meter.
Perubahan tutupan hutan yang terjadi pada Primary Forest mask inilah yang kemudian dirilis GFW dalam bentuk Primary Forest loss. Namun demikian, pada dasarnya Primary Forest mask terdiri atas dua kelas utama juga, yaitu Primary Intact Forest dan Primary Degraded Forest. Primary Intact Forest mendekati apa yang di Indonesia sering dikenal sebagai hutan primer, sedangkan Primary Degraded Forest mendekati kelas hutan sekunder yang dipakai di Indonesia.
Metodologi yang digunakan pemerintah Indonesia, dalam hal ini KLHK, termasuk penggunaan definisi hutan primer, telah dipublikasikan kepada publik internasional melalui dokumen resmi negara berjudul “National Forest Reference Emission Level (FREL)” yang secara resmi dikeluarkan KLHK pada 18 September 2015. Dokumen tersebut diterima serta disetujui oleh UNFCCC melalui proses verifikasi internasional pada November 2016. Hal tersebut menggambarkan bahwa metode dan data Indonesia sudah well-recognized di dunia internasional.
“Maka definisi dan terminologi yang digunakan selain yang bersumber dari dokumen tersebut, harus diberikan keterangan dan informasi yang memadai agar tidak menimbulkan interpretasi yang salah,” ucapnya.
Belinda menyampaikan bahwa KLHK juga mempunyai sistem pemantauan hutan sendiri yang independen dan diakui di dunia internasional, yaitu National Forest Monitoring System/NFMS SIMONTANA), dan dipakai dalam pelaporan-pelaporan ke dunia Internasional, seperti laporan ke FAO, UNFCCC (termasuk FREL), dan UNFF.
“Oleh karena itu, kami sebetulnya keberatan terhadap penggunaan informasi berbasis tutupan pohon (tree cover) yang sering diadopsi beberapa kalangan dan dikaitkan dengan perhitungan luas deforestasi di Indonesia. Karena itu, tidak tepat. Dalam hal ini, apa pun informasi yang keluar dan menggunakan terminologi yang tidak sama dengan yang official di Indonesia, perlu dilengkapi dengan penjelasan kepada publik mengenai perbedaan terminologi tersebut, agar tidak ada kesalahpahaman dalam memaknai artinya, seperti kata Primary Forest (hutan alam/mature natural forest) dengan terminologi Hutan Primer,” ungkap Belinda.