Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual yang marak terjadi belakangan ini, termasuk kasus fetish kain jarik, memperkuat pentingnya pemerintah dan DPR segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), agar menjadi undang-undang.
Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI) Diah Pitaloka mengatakan, salah satu alasan pembahasan RUU PKS mandek, karena perdebatan mengenai hasrat seksual. Dalam perdebatan itu, hasrat seksual didorong tak boleh masuk ke dalam definisi kekerasan seksual.
Namun, kejadian terakhir adalah terjadi praktik fetish kain jarik, di mana terduga pelaku menemukan fantasi seksualnya dengan memanipulasi dan memaksa korban dibungkus kain jarik. Maka "hasrat seksual" dalam definisi kekerasan seksual pun menjadi jelas wujudnya.
"Tadinya dalam pembahasan RUU Kekerasan Seksual, hasrat seksual dipertanyakan dengan sangat keras. Maksud hasrat seksual itu apa? Jadi begitu ada kasus fetish ini, kita bisa menerjemahkan kenapa hasrat seksual masuk dalam definisi kekerasan seksual," kata Anggota Komisi VIII itu, dalam webinar bertema Urgensi UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang Komprehensif, Kamis (6/8/2020).